“Menggeser Paradigma Audit Pengadaan: Menuju Keadilan dan Kepastian Hukum dalam Penentuan Kerugian Negara”
Paper ini—ditulis oleh Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp—menyoroti kerancuan metodologi audit pengadaan di Indonesia yang masih terpaku pada pembandingan harga input dan HPS secara retrospektif. Pendekatan tersebut, menurut penulis, tidak hanya keliru menafsirkan hakikat kontrak (membayar output), tetapi juga menimbulkan kerugian finansial nyata bagi penyedia, merusak kepastian hukum, dan pada gilirannya mengikis kualitas serta inovasi dalam ekosistem pengadaan publik.
Latar Belakang & Rumusan Masalah
Penulis memulai dengan gambaran fenomena audit yang “obsesif” menghitung selisih harga kontrak versus HPS atau harga pasar saat audit, bahkan sampai mengutak-atik biaya internal penyedia. Ia merumuskan empat pertanyaan inti: bagaimana cara kerja metode penentuan kerugian negara berbasis input di lapangan, bagaimana best practice internasional membedakan fraud riil dari fluktuasi pasar, apa dampak langsung maupun tidak langsung bagi penyedia, dan bagaimana mencapai keseimbangan antara perlindungan keuangan negara dengan iklim bisnis sehat.
Kerangka Konseptual
-
Output over Input. Kontrak pengadaan adalah perjanjian atas barang/jasa jadi; mekanisme biaya penyedia adalah risiko bisnis mereka. Analogi “100 bungkus nasi goreng” menegaskan bahwa pemerintah membayar nasi goreng siap makan—bukan harga beras, bawang, atau kangkung yang dipakai koki.
-
Dampak Negatif Audit Input-Based. Metode ini memangkas keuntungan sah penyedia, menghambat partisipasi pelaku berkualitas, dan membunuh insentif inovasi, sehingga justru merugikan negara melalui penurunan kompetisi dan kualitas.
Bukti Empiris
Penulis menyajikan 26 analogi kasus lintas sektor—komputer, MRI, jalan tol, buku pelajaran, hingga jasa pertamanan—yang menunjukkan pola berulang: selisih harga retrospektif selalu bermuara pada tuntutan pengembalian dana, berakibat fatal bagi arus kas penyedia meski output kontrak telah diterima negara tanpa cacat .
Rekomendasi Strategis
-
Geser fokus audit ke output dan value for money, bukan biaya input.
-
Harmonisasi standar dengan praktik INTOSAI/GAO, memakai audit kinerja dan kerugian aktual—bukan potensi selisih harga.
-
Perkuat kapasitas auditor dalam analisis risiko, dinamika pasar, dan hukum kontrak, termasuk program magang di sektor swasta.
-
Tingkatkan transparansi & keadilan prosedural: hak penyedia untuk didengar, akses data penghitung kerugian, dan mekanisme sengketa yang cepat-adil.
-
Kokohkan kepastian hukum: kerugian negara hanya valid jika ada pelanggaran material kontrak atau fraud substansial.
Kesimpulan
Keseimbangan antara melindungi keuangan negara dan memupuk lingkungan bisnis adil adalah kunci pembangunan berkelanjutan. Pergeseran ke paradigma audit berbasis output akan menghasilkan sistem pengadaan lebih efisien, transparan, dan berkeadilan—memberi manfaat maksimal bagi masyarakat tanpa mematikan pelaku usaha.
✅ DAFTAR LITERATUR
-
Sue Arrowsmith. (2010). The Law of Public and Utilities Procurement (Vol. 1 & 2).
Sweet & Maxwell
📘 Buku komprehensif ini merupakan rujukan utama untuk hukum pengadaan di Inggris dan Uni Eropa.
🔗 Tautan Repository Nottingham -
Tommaso Agasisti & Paolo Sibiano. (2019). "The Value for Money Principle in Public Services."
Public Management Review, 21(10), 1435–1460.
🔗 PDF via UNIFI -
Schapper, P. R., & de Treville, S. (2004). "Understanding the Implications of Supply Risk Management on Price and Quality in Public Procurement."
Journal of Public Procurement, 4(2), 167–188.
🔗 Google Books (kutipan terkait) -
Andrew Erridge. (2007). "Public procurement, public value and the Northern Ireland unemployment pilot project."
Public Administration, 88(3), 853–868.
🔗 Wiley Online Library -
Sánchez, M. (2015). "The Role of Audit in Public Sector Performance Management."
International Review of Administrative Sciences, 81(1), 169–185.
🔗 PDF - UNEMI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar