🎯 “Multi-Channel Procurement Planning: Jurus Baru Hadapi Risiko Rantai Pasok dalam Pengadaan Pemerintah”

Penulis/Pengulas: Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp.

Artikel ini mengulas artikel jurnal yang tahun lalu cukup viral dalam dunia literasi 

Liu, A, Wang, X, & Tang, J (2024). Optimizing multi-channel procurement planning under disruption risks. International Journal of Production Economics, Elsevier, https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0925527324002032

Kami mengolahnya dalam analisis sederhana karena menurut pandangan saya dapat diterapkan pada pengadaan barang/jasa pemerintah jika memang NKRI mau adaptif dengan perkembangan zaman, semoga berguna



Pendahuluan: Apakah pengadaan pemerintah kita siap menghadapi badai risiko? Ketika pandemi, krisis global, dan fluktuasi harga melanda, banyak pengadaan barang/jasa (PBJ) tersendat. Tapi jangan khawatir—penelitian Liu, Wang, & Tang (2024) hadir sebagai inspirasi segar! Lewat artikel berjudul "Optimizing Multi-Channel Procurement Planning Under Disruption Risks", mereka menawarkan pendekatan cerdas: pengadaan multi-saluran yang fleksibel dan tangguh. Yuk, kita kupas manfaatnya dan bagaimana strategi ini bisa direplikasi dalam regulasi PBJP kita. 🚀


🔍 Inti Gagasan Penelitian: Penelitian ini menyoroti bahwa mengandalkan satu saluran pengadaan—misalnya hanya dari satu penyedia atau satu jenis kontrak—sangat berisiko. Mereka menawarkan tiga saluran pengadaan sekaligus:

  1. 🏭 Primary Supplier (Penyedia Utama) – lewat kontrak jangka panjang.

  2. 🛠️ Backup Supplier (Pemasok Cadangan) – dengan kontrak opsi, siap siaga saat dibutuhkan.

  3. 💸 Spot Market (Pasar Spot) – fleksibel, bisa beli kapan saja meski dengan harga fluktuatif.

Model mereka memanfaatkan pendekatan stokastik untuk mengantisipasi risiko gangguan, ketidakpastian permintaan, dan volatilitas harga. Hasilnya? Pengadaan jadi lebih hemat dan tahan banting. 💪


🚦 Dampaknya Jika Diterapkan dalam Kebijakan PBJP Pemerintah:

1. 🔄 Diversifikasi Saluran = Pengadaan Lebih Adaptif

❗ Masalah: Ketergantungan pada satu penyedia atau katalog pusat ✅ Solusi: Regulasi perlu membuka ruang e-purchasing lokal, kontrak payung regional, dan penyedia cadangan 📦

2. ⚖️ Perencanaan Berbasis Risiko

❗ Masalah: Formulir perencanaan pengadaan (FPP) belum memasukkan analisis risiko secara komprehensif ✅ Solusi: Terapkan modul risiko di SIPD dan SIRUP 📊

3. 🧾 Kontrak Opsi: Siap-Siap Tanpa Boros

❗ Masalah: Sulit melakukan pengadaan fleksibel tanpa kontrak pasti ✅ Solusi: Atur legalitas standby contract & kontrak opsi dalam PerLKPP 📑

4. 🧮 Ukur Ketahanan Rantai Pasok

❗ Masalah: Indikator kinerja pengadaan terlalu fokus pada penyerapan dan kecepatan ✅ Solusi: Tambah indikator "resiliensi rantai pasok" dan "ketersediaan layanan publik saat krisis" 📈

5. 🤖 Dukungan Digitalisasi Prediktif

❗ Masalah: Sistem e-proc masih administratif ✅ Solusi: Tambahkan fitur prediksi harga, risiko pasok, dan simulasi gangguan 🔍🤖


🎯 Rekomendasi Strategis Kebijakan:

🧩 Aspek 💡 Rekomendasi Kebijakan
Regulasi Tambahkan pasal tentang pengadaan adaptif dan multi-saluran
Operasional Susun template kontrak opsi & standby supplier resmi
Digitalisasi Integrasi analisis risiko ke sistem perencanaan PBJ
Kapasitasi SDM Latih Pokja dan PPK dalam risk-based procurement 📚
Evaluasi Kinerja Kembangkan dashboard ketahanan pasok 📊

Penutup: Pengadaan barang/jasa bukan sekadar belanja—ini soal menjaga layanan publik tetap berjalan dalam segala kondisi. 💼🌪️ Dengan belajar dari pendekatan multi-channel procurement ala Liu et al. (2024), kita punya peluang besar untuk menyusun regulasi PBJP yang lebih adaptif, efisien, dan tangguh. Ayo, transformasi kebijakan pengadaan dimulai dari sini! 🛠️📦🚀

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Rahasia Dokumen Referensi Harga: Panduan Lengkap Menyusun Prompt untuk Pengadaan Barang yang Efektif dan Transparan

4 Langkah Strategis Pembuatan Etalase Produk Konstruksi Katalog Elekronik

Panduan Praktis: Pemungutan PPN oleh PPK dan Bendahara sesuai PMK 131/2024