Membedah Tata Kelola Perkiraan Biaya Konstruksi: Jalan Terjal Menuju Efisiensi dan Akuntabilitas
Ringkasan Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Konstruksi No. 30/SE/DK/2025
Surat Edaran (SE) ini adalah dokumen resmi dari
Direktur Jenderal Bina Konstruksi
Kementerian Pekerjaan Umum
Tujuan dan Cakupan
SE ini mengatur tata cara penyusunan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi di bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Harga Perkiraan Perancang (HPP), Rencana Anggaran Biaya (RAB), atau Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Ruang lingkup surat edaran ini mencakup beberapa hal penting:
Teknis pengumpulan data Harga Satuan Pokok (HSP) sektor konstruksi
. Acuan untuk menyusun Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP)
. Biaya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK)
. AHSP untuk bidang Sumber Daya Air, Bina Marga, serta Cipta Karya dan Perumahan
. Proses pengajuan usulan AHSP baru
.
Pengumpulan Data Harga Satuan Pokok
Surat Edaran ini menjelaskan secara rinci cara mengumpulkan data harga, yang meliputi:
Definisi: Menguraikan istilah-istilah seperti agen, distributor, harga pasar setempat, dan lainnya
. Ketentuan Teknis: Menetapkan kriteria pemilihan responden (seperti pedagang grosir atau pengecer) dan sampel data, serta metode pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung
. Struktur Organisasi: Menyebutkan pihak-pihak yang terlibat dalam pengumpulan data, termasuk Tim Teknis HSP Pusat, Tim Teknis HSP Balai, dan pelaksana seperti Petugas Lapangan, Pengawas, dan Pengolah Data
.
Pengajuan Usulan AHSP Baru
SE ini menyediakan panduan untuk pengajuan AHSP baru, baik yang berasal dari internal Kementerian Pekerjaan Umum maupun eksternal seperti kementerian/lembaga/daerah lain
Ketentuan Lainnya
SE ini menggantikan dan mencabut SE Direktur Jenderal Bina Konstruksi Nomor 68 Tahun 2024
. Untuk pengadaan yang sudah diumumkan, prosesnya tetap berjalan maksimal 20 hari kerja setelah SE ini berlaku, meskipun masih menggunakan AHSP dari aturan sebelumnya
. SE ini ditetapkan di Jakarta pada 28 Februari 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal tersebut
.
Pendahuluan
Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pengadaan barang dan jasa memegang peranan krusial sebagai instrumen vital dalam pembangunan nasional. Salah satu aspek terpenting dalam proses ini adalah penyusunan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi yang akurat dan transparan. Perkiraan biaya yang tidak optimal dapat memicu inefisiensi anggaran, risiko hukum, hingga kualitas pekerjaan yang rendah, bertentangan dengan prinsip value for money yang selalu diusung oleh lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam kerangka pengadaan mereka.
Permasalahan atau Isu Pokok
Pekerjaan konstruksi membutuhkan perhitungan yang cermat untuk menentukan Harga Perkiraan Perancang (HPP), Rencana Anggaran Biaya (RAB), atau Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Perhitungan ini harus menggabungkan Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) dengan analisis biaya Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK)
Sebagai respons, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi menerbitkan Surat Edaran (SE) yang berfungsi sebagai pedoman teknis
Analisis Empiris dan Normatif
Secara normatif, penyusunan perkiraan biaya konstruksi harus berlandaskan pada teori manajemen risiko, transparansi, dan akuntabilitas. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 8 Tahun 2023 menjadi landasan utama bagi SE ini, yang secara eksplisit bertujuan untuk menyediakan pedoman yang lebih terperinci
Surat Edaran ini mengatur teknis pengumpulan data Harga Satuan Pokok (HSP) material, peralatan, dan tenaga kerja secara sistematis
Meskipun demikian, ada potensi celah. Misalnya, jika data harga di pasar tidak ditemukan, Pedagang Pengecer dapat disurvei, atau upah tenaga kerja disurvei berdasarkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
Strategi Konkret dan Poin Penting Penyusunan Perkiraan Biaya Konstruksi
Penyusunan perkiraan biaya konstruksi yang efektif membutuhkan strategi yang jelas, didukung oleh data dan analisis yang kuat. Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Bina Konstruksi Nomor 30/SE/DK/2025 memberikan panduan penting untuk mencapai hal ini.
Poin Kebijakan dan Strategi Utama
Pendekatan Sistematis dan Empiris: Kebijakan utama SE ini adalah menjadikan proses penyusunan biaya sebagai kegiatan yang sistematis, logis, dan berbasis data empiris
. Ini dilakukan dengan menggabungkan dua analisis utama: Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP): Perhitungan biaya berdasarkan komposisi standar bahan, alat, dan tenaga kerja untuk setiap item pekerjaan
Analisis Biaya Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK): Komponen biaya tambahan yang mencakup penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan
.
Verifikasi dan Validasi Data Harga: Kebijakan ini menekankan pentingnya penggunaan data yang terverifikasi dan tervalidasi. Sumber data harga pasar diperoleh dari beberapa sumber
: Harga Pasar Setempat: Harga barang/jasa di lokasi produksi atau penyerahan
. Daftar Harga Resmi: Daftar harga yang dikeluarkan oleh pabrikan, distributor, atau agen
. Informasi Harga Daring: Data harga dari e-marketplace pengadaan barang/jasa pemerintah
.
Pengumpulan Data Lapangan (Survei): Strategi utamanya adalah melalui survei lapangan yang terstruktur. Ini bukan sekadar survei biasa, melainkan metode yang diatur secara rinci
. Metode: Wawancara tatap muka langsung dengan mendatangi responden/vendor
. Kriteria Responden: Menggunakan metode purposive sampling (sampel dengan pertimbangan tertentu)
. Responden yang dipilih harus mewakili pasar, seperti pedagang grosir, distributor, produsen, atau persewaan alat berat yang relatif besar di dekat lokasi proyek . Data Upah Tenaga Kerja: Upah yang digunakan wajib memenuhi peraturan perundang-undangan tentang upah minimum tenaga kerja
. Jika tidak ditemukan responden tenaga kerja yang sesuai, dapat digunakan standar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) .
Fleksibilitas dan Mekanisme Pengajuan AHSP Baru: Kebijakan ini menyediakan jalur yang jelas untuk mengakomodasi perkembangan teknologi dan material baru.
Pengajuan Usulan: AHSP baru dapat diajukan oleh pihak internal (lingkungan Kementerian PUPR) maupun eksternal (K/L/D/I)
. Syarat Pengajuan: Usulan harus melampirkan dokumen pendukung yang kuat, seperti justifikasi teknis (analisis produktivitas, perhitungan kuantitas material), gambar teknis, dan surat pernyataan pertanggungjawaban
. Penggunaan AHSP Belum Terdaftar: Dalam keadaan tertentu, AHSP yang belum tercantum dalam SE ini dapat digunakan untuk penyusunan HPS maksimum satu paket pekerjaan konstruksi
. Syaratnya, Direktur Jenderal terkait/Inspektorat/Kepala Dinas setempat harus menyampaikan surat pertanggungjawaban mutlak kepada Direktur Jenderal Bina Konstruksi .
Contoh Konkret Implementasi Strategi
Misalkan sebuah proyek pembangunan jalan di Kabupaten X memerlukan item pekerjaan "Pemasangan Aspal Baru". Item ini belum ada di dalam daftar AHSP yang berlaku.
Strategi yang Diterapkan Berdasarkan SE:
Pengajuan AHSP Baru: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten X mengajukan usulan AHSP baru untuk pekerjaan tersebut kepada Balai Teknis/Direktorat Teknis Pembina Kementerian PUPR
. Pengumpulan Data: Tim dari Dinas Teknis Kabupaten X melakukan survei lapangan untuk mengumpulkan data harga terbaru.
Mereka mendatangi tiga toko bahan bangunan besar (grosir/distributor) di ibu kota kabupaten untuk menanyakan harga aspal, agregat, dan material lainnya. Mereka juga memeriksa harga di e-marketplace pemerintah sebagai pembanding.
Mereka mewawancarai beberapa kontraktor atau pekerja lokal untuk mendapatkan informasi upah tenaga kerja yang berlaku di wilayah tersebut. Jika upah yang disurvei di bawah UMK, mereka menggunakan standar UMK sebagai acuan
.
Penyusunan Dokumen Pendukung: Dinas menyusun dokumen yang berisi:
Justifikasi Teknis: Perhitungan produktivitas alat asphalt finisher (misalnya, berapa ton per jam), analisis kuantitas material (berapa banyak aspal yang dibutuhkan per meter persegi), dan gambar teknis rinci
. Tabel Referensi: Mencantumkan sumber-sumber harga yang didapat dari survei lapangan dan data daring.
Surat Pernyataan: Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten X menandatangani surat pernyataan kelengkapan berkas dan pertanggungjawaban atas substansi teknis yang diajukan
.
Penggunaan Sementara: Sambil menunggu usulan AHSP disetujui, Dinas dapat menyusun HPS untuk satu paket pekerjaan tersebut dan melampirkan surat pertanggungjawaban mutlak kepada Direktur Jenderal Bina Konstruksi, menyatakan bahwa usulan AHSP yang diajukan sama dengan yang akan digunakan
.
Simulasi Konkret dan Ilustrasi Angka
Untuk mengilustrasikan dampak regulasi ini terhadap efisiensi anggaran, mari kita asumsikan sebuah proyek konstruksi jalan di wilayah terpencil. Tim teknis di sebuah Balai perlu menyusun HPS untuk tiga paket pekerjaan dengan estimasi nilai masing-masing Rp2 miliar.
Tanpa panduan yang jelas, HPS dapat disusun berdasarkan data yang kurang terverifikasi atau menggunakan Standar Satuan Harga (SSH) dari pemerintah daerah yang hanya berfungsi sebagai pembanding
Tabel Simulasi Efisiensi Berdasarkan Sumber Data Harga
Seperti terlihat pada tabel, HPS yang disusun berdasarkan data terverifikasi dari survei lapangan memiliki potensi efisiensi hingga 7,5% dari total nilai proyek. Jika data tersebut diinput ke dalam sistem informasi terpadu seperti SIPASTI, efisiensi bahkan dapat mencapai 10%
Berdasarkan kebijakan dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Bina Konstruksi Nomor 30/SE/DK/2025, dalam menyusun perkiraan biaya konstruksi, kertas kerja yang harus disiapkan berfokus pada analisis dan dokumentasi yang transparan, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan. Kertas kerja ini menjadi bukti bahwa perkiraan harga disusun sesuai kaidah teknis yang berlaku.
Kertas Kerja Wajib
1. Lembar Analisis Harga Satuan Pokok (HSP) Material, Peralatan, dan Tenaga Kerja Ini adalah dokumen dasar yang merekam hasil survei dan verifikasi data harga.
Daftar Responden: Catat nama vendor/toko, lokasi, dan jenis usaha (misalnya, grosir, pengecer)
. Tabel Harga Terperinci: Masukkan harga material, upah tenaga kerja, dan biaya sewa alat dari minimal 3 (tiga) responden
. Sertakan pula harga dari daftar pabrikan/distributor atau informasi harga daring . Berita Acara Penetapan Harga: Lampirkan berita acara penetapan harga yang diterbitkan sebagai hasil dari pengumpulan data
.
2. Lembar Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Dokumen ini merinci perhitungan biaya untuk setiap item pekerjaan konstruksi.
Tabel Kuantitas: Tunjukkan perhitungan kuantitas material yang dibutuhkan untuk setiap item pekerjaan
. Analisis Produktivitas: Jelaskan perhitungan produktivitas alat dan tenaga kerja
. Dokumen ini menjadi justifikasi teknis untuk setiap koefisien yang digunakan dalam AHSP .
3. Lembar Perhitungan Biaya Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) Kertas kerja ini menguraikan biaya yang diperlukan untuk penerapan SMKK.
Komponen Biaya: Rinci setiap komponen biaya SMKK, lengkap dengan kriteria keberterimaan dan bukti dukungnya
.
4. Kertas Kerja untuk Usulan AHSP Baru (Opsional) Jika terdapat item pekerjaan yang belum tercantum dalam SE ini, kertas kerja ini harus disiapkan untuk pengajuan AHSP baru.
Tabel Usulan AHSP Baru: Lengkapi tabel usulan AHSP baru dengan asumsi terkait bahan, peralatan, tenaga kerja, dan metode pekerjaan
Justifikasi Teknis: Sertakan analisis produktivitas alat dan tenaga kerja, analisis perhitungan kuantitas material, dan gambar teknis terperinci
. Spesifikasi Acuan dan Referensi: Tunjukkan spesifikasi yang diacu dan tabel referensi yang digunakan
. Surat Pernyataan: Lampirkan surat pernyataan kelengkapan berkas dan pertanggungjawaban atas substansi teknis
.
Rekomendasi atau Implikasi Kebijakan
Agar tata kelola perkiraan biaya konstruksi lebih efektif, beberapa langkah strategis perlu dipertimbangkan:
Peningkatan Kapasitas SDM: Tim pengumpul data, termasuk Petugas Lapangan dan Pengawas, harus mendapatkan pelatihan berkala untuk memastikan mereka mampu mengumpulkan dan memverifikasi data sesuai prosedur
. Penguatan Sistem Informasi: Interoperabilitas data ke dalam sistem seperti SIPASTI perlu dioptimalkan untuk memfasilitasi penyebarluasan data harga yang akurat dan real-time
. Hal ini juga sejalan dengan prinsip transparansi dalam e-procurement global. Mekanisme Umpan Balik: Regulasi perlu mendorong adanya mekanisme umpan balik dari para praktisi dan vendor di lapangan. Hal ini akan memperkaya data dan analisis, serta memungkinkan penyesuaian koefisien dan variabel secara lebih tepat waktu.
Simplifikasi Proses Pengajuan AHSP Baru: Meskipun telah diatur, proses pengajuan AHSP baru, baik dari internal maupun eksternal, harus dibuat lebih efisien. Penetapan usulan AHSP melalui Surat Edaran oleh pejabat tinggi
menunjukkan komitmen, namun waktu verifikasi perlu dipercepat untuk mengakomodasi inovasi dan kondisi pasar yang dinamis.
Penutup
Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Konstruksi ini adalah langkah maju yang signifikan dalam upaya meningkatkan tata kelola pengadaan di sektor konstruksi. Dengan memberikan panduan yang lebih rinci dan sistematis, pemerintah berupaya mengatasi tantangan efisiensi dan akuntabilitas. Namun, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada komitmen para pemangku kepentingan untuk menjalankan setiap prosedur dengan integritas. Hanya melalui sinergi antara regulasi yang kuat, teknologi yang adaptif, dan sumber daya manusia yang kompeten, probity dan value for money dapat terwujud secara optimal dalam setiap proyek pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar