Rabu, 10 September 2025

Mengulas SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI NOMOR: 30/SE/Dk/2025 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERKIRAAN BIAYA PEKERJAAN KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

 Membedah Tata Kelola Perkiraan Biaya Konstruksi: Jalan Terjal Menuju Efisiensi dan Akuntabilitas

Mengulas SURAT EDARAN 
DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI
NOMOR: 30/SE/Dk/2025
TENTANG  
TATA CARA PENYUSUNAN PERKIRAAN BIAYA PEKERJAAN KONSTRUKSI 
BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT



Ringkasan eksekutif

Ringkasan Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Konstruksi No. 30/SE/DK/2025

Surat Edaran (SE) ini adalah dokumen resmi dari

Direktur Jenderal Bina Konstruksi di bawah

Kementerian Pekerjaan Umum. SE ini ditujukan kepada berbagai pihak di seluruh Indonesia, termasuk para Gubernur, Bupati/Walikota, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kementerian/Lembaga, Kepala Perangkat Daerah, Kepala Satuan Kerja, dan Pejabat Pembuat Komitmen.


Tujuan dan Cakupan

SE ini mengatur tata cara penyusunan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi di bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tujuan utamanya adalah menjadi petunjuk teknis untuk menghasilkan

Harga Perkiraan Perancang (HPP), Rencana Anggaran Biaya (RAB), atau Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Aturan ini juga bertujuan untuk mendukung penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi.


Ruang lingkup surat edaran ini mencakup beberapa hal penting:

  • Teknis pengumpulan data Harga Satuan Pokok (HSP) sektor konstruksi.

  • Acuan untuk menyusun Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP).

  • Biaya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK).

  • AHSP untuk bidang Sumber Daya Air, Bina Marga, serta Cipta Karya dan Perumahan.

  • Proses pengajuan usulan AHSP baru.


Pengumpulan Data Harga Satuan Pokok

Surat Edaran ini menjelaskan secara rinci cara mengumpulkan data harga, yang meliputi:

  • Definisi: Menguraikan istilah-istilah seperti agen, distributor, harga pasar setempat, dan lainnya.

  • Ketentuan Teknis: Menetapkan kriteria pemilihan responden (seperti pedagang grosir atau pengecer) dan sampel data, serta metode pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung.

  • Struktur Organisasi: Menyebutkan pihak-pihak yang terlibat dalam pengumpulan data, termasuk Tim Teknis HSP Pusat, Tim Teknis HSP Balai, dan pelaksana seperti Petugas Lapangan, Pengawas, dan Pengolah Data.

Pengajuan Usulan AHSP Baru

SE ini menyediakan panduan untuk pengajuan AHSP baru, baik yang berasal dari internal Kementerian Pekerjaan Umum maupun eksternal seperti kementerian/lembaga/daerah lain. Usulan harus melampirkan dokumen pendukung seperti tabel usulan, justifikasi teknis, dan surat pernyataan pertanggungjawaban. AHSP baru ini dapat digunakan setelah diverifikasi, divalidasi, dan ditetapkan dalam bentuk Surat Edaran oleh pimpinan tinggi madya yang membidangi jasa konstruksi.

Ketentuan Lainnya

  • SE ini menggantikan dan mencabut SE Direktur Jenderal Bina Konstruksi Nomor 68 Tahun 2024.

  • Untuk pengadaan yang sudah diumumkan, prosesnya tetap berjalan maksimal 20 hari kerja setelah SE ini berlaku, meskipun masih menggunakan AHSP dari aturan sebelumnya.

  • SE ini ditetapkan di Jakarta pada 28 Februari 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal tersebut.


Pendahuluan

Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pengadaan barang dan jasa memegang peranan krusial sebagai instrumen vital dalam pembangunan nasional. Salah satu aspek terpenting dalam proses ini adalah penyusunan perkiraan biaya pekerjaan konstruksi yang akurat dan transparan. Perkiraan biaya yang tidak optimal dapat memicu inefisiensi anggaran, risiko hukum, hingga kualitas pekerjaan yang rendah, bertentangan dengan prinsip value for money yang selalu diusung oleh lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam kerangka pengadaan mereka.


Permasalahan atau Isu Pokok

Pekerjaan konstruksi membutuhkan perhitungan yang cermat untuk menentukan Harga Perkiraan Perancang (HPP), Rencana Anggaran Biaya (RAB), atau Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Perhitungan ini harus menggabungkan Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) dengan analisis biaya Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK). Namun, tantangan muncul karena nilai koefisien dan variabel dalam perhitungan teknis dan analisis produktivitas bersifat dinamis. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan regulasi yang lebih rinci dan adaptif untuk memastikan perkiraan biaya tetap relevan dan akuntabel.


Sebagai respons, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi menerbitkan Surat Edaran (SE) yang berfungsi sebagai pedoman teknis. Aturan ini bertujuan untuk memberikan panduan rinci, tetapi implementasinya di lapangan tidak selalu mulus. Perdebatan sering muncul terkait sumber data harga, kriteria responden, hingga proses verifikasi data, yang semuanya dapat memengaruhi validitas perkiraan biaya.


Analisis Empiris dan Normatif

Secara normatif, penyusunan perkiraan biaya konstruksi harus berlandaskan pada teori manajemen risiko, transparansi, dan akuntabilitas. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 8 Tahun 2023 menjadi landasan utama bagi SE ini, yang secara eksplisit bertujuan untuk menyediakan pedoman yang lebih terperinci. Pendekatan ini selaras dengan prinsipprobity yang menuntut kejujuran dan integritas di setiap tahapan pengadaan.

Surat Edaran ini mengatur teknis pengumpulan data Harga Satuan Pokok (HSP) material, peralatan, dan tenaga kerja secara sistematis. Metode yang dianjurkan adalah purposive sampling di seluruh kabupaten/kota , dengan responden minimal tiga atau sesuai kondisi lapangan. Data yang dikumpulkan harus berasal dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, termasuk harga pasar setempat, daftar harga pabrikan/distributor, atau informasi dari toko daring.

Meskipun demikian, ada potensi celah. Misalnya, jika data harga di pasar tidak ditemukan, Pedagang Pengecer dapat disurvei, atau upah tenaga kerja disurvei berdasarkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Ketentuan ini, meskipun fleksibel, berpotensi menciptakan disparitas data yang dapat memengaruhi akurasi HPS jika tidak ada validasi yang ketat. Proses verifikasi dan validasi data oleh tim internal dan komite khusus menjadi esensial untuk menjaga integritas data.


Strategi Konkret dan Poin Penting Penyusunan Perkiraan Biaya Konstruksi

Penyusunan perkiraan biaya konstruksi yang efektif membutuhkan strategi yang jelas, didukung oleh data dan analisis yang kuat. Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Bina Konstruksi Nomor 30/SE/DK/2025 memberikan panduan penting untuk mencapai hal ini.


Poin Kebijakan dan Strategi Utama

  1. Pendekatan Sistematis dan Empiris: Kebijakan utama SE ini adalah menjadikan proses penyusunan biaya sebagai kegiatan yang sistematis, logis, dan berbasis data empiris. Ini dilakukan dengan menggabungkan dua analisis utama:

    • Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP): Perhitungan biaya berdasarkan komposisi standar bahan, alat, dan tenaga kerja untuk setiap item pekerjaan

    • Analisis Biaya Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK): Komponen biaya tambahan yang mencakup penerapan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan.

  2. Verifikasi dan Validasi Data Harga: Kebijakan ini menekankan pentingnya penggunaan data yang terverifikasi dan tervalidasi. Sumber data harga pasar diperoleh dari beberapa sumber:

    • Harga Pasar Setempat: Harga barang/jasa di lokasi produksi atau penyerahan.

    • Daftar Harga Resmi: Daftar harga yang dikeluarkan oleh pabrikan, distributor, atau agen.

    • Informasi Harga Daring: Data harga dari e-marketplace pengadaan barang/jasa pemerintah.

  3. Pengumpulan Data Lapangan (Survei): Strategi utamanya adalah melalui survei lapangan yang terstruktur. Ini bukan sekadar survei biasa, melainkan metode yang diatur secara rinci.

    • Metode: Wawancara tatap muka langsung dengan mendatangi responden/vendor.

    • Kriteria Responden: Menggunakan metode purposive sampling (sampel dengan pertimbangan tertentu). Responden yang dipilih harus mewakili pasar, seperti pedagang grosir, distributor, produsen, atau persewaan alat berat yang relatif besar di dekat lokasi proyek.

    • Data Upah Tenaga Kerja: Upah yang digunakan wajib memenuhi peraturan perundang-undangan tentang upah minimum tenaga kerja. Jika tidak ditemukan responden tenaga kerja yang sesuai, dapat digunakan standar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

  4. Fleksibilitas dan Mekanisme Pengajuan AHSP Baru: Kebijakan ini menyediakan jalur yang jelas untuk mengakomodasi perkembangan teknologi dan material baru.

    • Pengajuan Usulan: AHSP baru dapat diajukan oleh pihak internal (lingkungan Kementerian PUPR) maupun eksternal (K/L/D/I).

    • Syarat Pengajuan: Usulan harus melampirkan dokumen pendukung yang kuat, seperti justifikasi teknis (analisis produktivitas, perhitungan kuantitas material), gambar teknis, dan surat pernyataan pertanggungjawaban.

    • Penggunaan AHSP Belum Terdaftar: Dalam keadaan tertentu, AHSP yang belum tercantum dalam SE ini dapat digunakan untuk penyusunan HPS maksimum satu paket pekerjaan konstruksi. Syaratnya, Direktur Jenderal terkait/Inspektorat/Kepala Dinas setempat harus menyampaikan surat pertanggungjawaban mutlak kepada Direktur Jenderal Bina Konstruksi.


Contoh Konkret Implementasi Strategi

Misalkan sebuah proyek pembangunan jalan di Kabupaten X memerlukan item pekerjaan "Pemasangan Aspal Baru". Item ini belum ada di dalam daftar AHSP yang berlaku.

Strategi yang Diterapkan Berdasarkan SE:

  1. Pengajuan AHSP Baru: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten X mengajukan usulan AHSP baru untuk pekerjaan tersebut kepada Balai Teknis/Direktorat Teknis Pembina Kementerian PUPR.

  2. Pengumpulan Data: Tim dari Dinas Teknis Kabupaten X melakukan survei lapangan untuk mengumpulkan data harga terbaru.

    • Mereka mendatangi tiga toko bahan bangunan besar (grosir/distributor) di ibu kota kabupaten untuk menanyakan harga aspal, agregat, dan material lainnya. Mereka juga memeriksa harga di e-marketplace pemerintah sebagai pembanding.

    • Mereka mewawancarai beberapa kontraktor atau pekerja lokal untuk mendapatkan informasi upah tenaga kerja yang berlaku di wilayah tersebut. Jika upah yang disurvei di bawah UMK, mereka menggunakan standar UMK sebagai acuan.

  3. Penyusunan Dokumen Pendukung: Dinas menyusun dokumen yang berisi:

    • Justifikasi Teknis: Perhitungan produktivitas alat asphalt finisher (misalnya, berapa ton per jam), analisis kuantitas material (berapa banyak aspal yang dibutuhkan per meter persegi), dan gambar teknis rinci.

    • Tabel Referensi: Mencantumkan sumber-sumber harga yang didapat dari survei lapangan dan data daring.

    • Surat Pernyataan: Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten X menandatangani surat pernyataan kelengkapan berkas dan pertanggungjawaban atas substansi teknis yang diajukan.

  4. Penggunaan Sementara: Sambil menunggu usulan AHSP disetujui, Dinas dapat menyusun HPS untuk satu paket pekerjaan tersebut dan melampirkan surat pertanggungjawaban mutlak kepada Direktur Jenderal Bina Konstruksi, menyatakan bahwa usulan AHSP yang diajukan sama dengan yang akan digunakan.

Simulasi Konkret dan Ilustrasi Angka

Untuk mengilustrasikan dampak regulasi ini terhadap efisiensi anggaran, mari kita asumsikan sebuah proyek konstruksi jalan di wilayah terpencil. Tim teknis di sebuah Balai perlu menyusun HPS untuk tiga paket pekerjaan dengan estimasi nilai masing-masing Rp2 miliar. Tanpa panduan yang jelas, HPS dapat disusun berdasarkan data yang kurang terverifikasi atau menggunakan Standar Satuan Harga (SSH) dari pemerintah daerah yang hanya berfungsi sebagai pembanding. Dalam skema ini, ada risiko bahwa HPS akan terlalu tinggi akibat data harga yang tidak aktual, yang dapat merugikan anggaran.

Tabel Simulasi Efisiensi Berdasarkan Sumber Data Harga

Skema PengadaanSumber Data HargaRata-rata KontrakEfisiensi Potensial
Tender Reguler (Tanpa Verifikasi)SSH Pemerintah Daerah/Data lamaRp2 Miliar0%
Tender dengan Verifikasi Data BaruHasil survei lapangan (3 responden)Rp1,85 Miliar±7,5% (Rp450 juta)
Tender dengan Sistem Digital (SIPASTI)Data terverifikasi & terintegrasiRp1,80 Miliar±10% (Rp600 juta)

Seperti terlihat pada tabel, HPS yang disusun berdasarkan data terverifikasi dari survei lapangan memiliki potensi efisiensi hingga 7,5% dari total nilai proyek. Jika data tersebut diinput ke dalam sistem informasi terpadu seperti SIPASTI, efisiensi bahkan dapat mencapai 10%. Potensi penghematan sebesar Rp600 juta dari tiga paket pekerjaan ini sangat signifikan dan dapat dialokasikan untuk proyek lain yang lebih mendesak.


Berdasarkan kebijakan dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Bina Konstruksi Nomor 30/SE/DK/2025, dalam menyusun perkiraan biaya konstruksi, kertas kerja yang harus disiapkan berfokus pada analisis dan dokumentasi yang transparan, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan. Kertas kerja ini menjadi bukti bahwa perkiraan harga disusun sesuai kaidah teknis yang berlaku.


Kertas Kerja Wajib

1. Lembar Analisis Harga Satuan Pokok (HSP) Material, Peralatan, dan Tenaga Kerja Ini adalah dokumen dasar yang merekam hasil survei dan verifikasi data harga.

  • Daftar Responden: Catat nama vendor/toko, lokasi, dan jenis usaha (misalnya, grosir, pengecer).

  • Tabel Harga Terperinci: Masukkan harga material, upah tenaga kerja, dan biaya sewa alat dari minimal 3 (tiga) responden. Sertakan pula harga dari daftar pabrikan/distributor atau informasi harga daring.

  • Berita Acara Penetapan Harga: Lampirkan berita acara penetapan harga yang diterbitkan sebagai hasil dari pengumpulan data.


2. Lembar Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Dokumen ini merinci perhitungan biaya untuk setiap item pekerjaan konstruksi.

  • Tabel Kuantitas: Tunjukkan perhitungan kuantitas material yang dibutuhkan untuk setiap item pekerjaan.

  • Analisis Produktivitas: Jelaskan perhitungan produktivitas alat dan tenaga kerja. Dokumen ini menjadi justifikasi teknis untuk setiap koefisien yang digunakan dalam AHSP.


3. Lembar Perhitungan Biaya Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) Kertas kerja ini menguraikan biaya yang diperlukan untuk penerapan SMKK.

  • Komponen Biaya: Rinci setiap komponen biaya SMKK, lengkap dengan kriteria keberterimaan dan bukti dukungnya.


4. Kertas Kerja untuk Usulan AHSP Baru (Opsional) Jika terdapat item pekerjaan yang belum tercantum dalam SE ini, kertas kerja ini harus disiapkan untuk pengajuan AHSP baru.

  • Tabel Usulan AHSP Baru: Lengkapi tabel usulan AHSP baru dengan asumsi terkait bahan, peralatan, tenaga kerja, dan metode pekerjaan

  • Justifikasi Teknis: Sertakan analisis produktivitas alat dan tenaga kerja, analisis perhitungan kuantitas material, dan gambar teknis terperinci.

  • Spesifikasi Acuan dan Referensi: Tunjukkan spesifikasi yang diacu dan tabel referensi yang digunakan.

  • Surat Pernyataan: Lampirkan surat pernyataan kelengkapan berkas dan pertanggungjawaban atas substansi teknis.

Rekomendasi atau Implikasi Kebijakan

Agar tata kelola perkiraan biaya konstruksi lebih efektif, beberapa langkah strategis perlu dipertimbangkan:

  1. Peningkatan Kapasitas SDM: Tim pengumpul data, termasuk Petugas Lapangan dan Pengawas, harus mendapatkan pelatihan berkala untuk memastikan mereka mampu mengumpulkan dan memverifikasi data sesuai prosedur.

  2. Penguatan Sistem Informasi: Interoperabilitas data ke dalam sistem seperti SIPASTI perlu dioptimalkan untuk memfasilitasi penyebarluasan data harga yang akurat dan real-time. Hal ini juga sejalan dengan prinsip transparansi dalam e-procurement global.

  3. Mekanisme Umpan Balik: Regulasi perlu mendorong adanya mekanisme umpan balik dari para praktisi dan vendor di lapangan. Hal ini akan memperkaya data dan analisis, serta memungkinkan penyesuaian koefisien dan variabel secara lebih tepat waktu.

  4. Simplifikasi Proses Pengajuan AHSP Baru: Meskipun telah diatur, proses pengajuan AHSP baru, baik dari internal maupun eksternal, harus dibuat lebih efisien. Penetapan usulan AHSP melalui Surat Edaran oleh pejabat tinggi menunjukkan komitmen, namun waktu verifikasi perlu dipercepat untuk mengakomodasi inovasi dan kondisi pasar yang dinamis.


Penutup

Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Konstruksi ini adalah langkah maju yang signifikan dalam upaya meningkatkan tata kelola pengadaan di sektor konstruksi. Dengan memberikan panduan yang lebih rinci dan sistematis, pemerintah berupaya mengatasi tantangan efisiensi dan akuntabilitas. Namun, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada komitmen para pemangku kepentingan untuk menjalankan setiap prosedur dengan integritas. Hanya melalui sinergi antara regulasi yang kuat, teknologi yang adaptif, dan sumber daya manusia yang kompeten, probity dan value for money dapat terwujud secara optimal dalam setiap proyek pembangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengulas SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI NOMOR: 30/SE/Dk/2025 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERKIRAAN BIAYA PEKERJAAN KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

 Membedah Tata Kelola Perkiraan Biaya Konstruksi: Jalan Terjal Menuju Efisiensi dan Akuntabilitas Mengulas SURAT EDARAN  DIREKTUR JENDERAL B...