Senin, 20 Oktober 2025

Navigasi Perubahan Kontrak Konstruksi E-Katalog Pasca Mini-Kompetisi dalam Koridor Akuntabilitas

 

Menyibak Tabir CCO Item Baru: Navigasi Perubahan Kontrak Konstruksi E-Katalog Pasca Mini-Kompetisi dalam Koridor Akuntabilitas

Penulis Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp.


1. Pendahuluan (Introduction)

Transformasi digital dalam pengadaan barang/jasa pemerintah Indonesia, khususnya melalui platform Katalog Elektronik (E-Katalog) versi 6 yang diatur dalam Keputusan Kepala LKPP Nomor 177 Tahun 2024, menjanjikan efisiensi, transparansi, dan kecepatan. Salah satu metode yang didorong untuk mencapai efisiensi harga adalah Mini-Kompetisi. Namun, sektor konstruksi memiliki dinamika lapangan yang seringkali berbeda dari asumsi perencanaan. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025, sebagai payung hukum utama, telah mengantisipasi kebutuhan fleksibilitas melalui mekanisme Perubahan Kontrak (CCO/Addendum). Tulisan ini mengupas tantangan spesifik: bagaimana menangani kebutuhan penambahan item pekerjaan baru yang tidak tercantum dalam lingkup awal kontrak hasil mini-kompetisi e-katalog, seraya tetap menjaga prinsip akuntabilitas dan value for money.


2. Permasalahan atau Isu Pokok (Problem Statement)

Kasus yang sering muncul di lapangan adalah ketika pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang diadakan melalui mini-kompetisi e-katalog (misalnya, paket pekerjaan parkiran dengan item urugan kembali dan beton lantai) ternyata menghadapi kondisi lapangan yang berbeda. Ditemukan bahwa elevasi tanah aktual lebih rendah dari perkiraan, sehingga memerlukan item pekerjaan baru berupa "timbunan" agar konstruksi dapat mencapai level yang direncanakan.

Masalah utamanya adalah:

  1. Item "timbunan" tidak ada dalam daftar produk/jasa yang dikompetisikan melalui mini-kompetisi.

  2. Harga satuan untuk item "timbunan" belum terbentuk melalui proses kompetitif di awal.

  3. Bagaimana Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dapat secara sah dan akuntabel menambahkan item pekerjaan baru ini ke dalam kontrak (Surat Pesanan) yang sudah berjalan, tanpa mencederai semangat efisiensi harga yang menjadi tujuan mini-kompetisi?


3. Analisis Empiris dan Normatif (Regulatory and Empirical Analysis)

Kerangka hukum pengadaan barang/jasa pemerintah Indonesia secara eksplisit mengakomodasi kebutuhan perubahan kontrak. Pasal 54 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 (jo. Perpres 46/2025) menyatakan bahwa jika terdapat perbedaan antara kondisi lapangan saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan kontrak. Perubahan ini bisa meliputi, salah satunya, menambah dan/atau mengurangi jenis kegiatan (huruf b). Ini menjadi landasan hukum utama untuk menambahkan item pekerjaan "timbunan" yang sebelumnya tidak ada.

Namun, penambahan item baru ini harus dilakukan dengan hati-hati dan memenuhi kaidah tata kelola yang baik (good governance) serta prinsip value for money. Beberapa aspek krusial yang perlu dianalisis:

  • Justifikasi Kebutuhan: Penambahan item baru harus didasarkan pada kebutuhan teknis yang nyata dan mendesak di lapangan, bukan sekadar keinginan atau akibat perencanaan awal yang buruk. Perbedaan kondisi lapangan harus didokumentasikan secara objektif (misal: hasil pengukuran ulang, analisis geoteknik jika perlu). Ini sejalan dengan prinsip akuntabilitas dalam pengadaan.

  • Penetapan Harga Satuan Baru: Ini adalah titik paling krusial. Karena harga item baru tidak terbentuk melalui kompetisi, PPK harus memastikan harga satuan yang ditetapkan wajar dan dapat dipertanggungjawabkan. Pendekatan berlapis dapat digunakan:

  1. Referensi Internal Penyedia di E-Katalog: Periksa apakah penyedia yang sama memiliki item sejenis (timbunan) di etalase lain dalam e-katalog. Ini bisa jadi patokan awal negosiasi.

  2. Referensi HPS Awal: Jika analisis harga satuan timbunan ada saat penyusunan HPS (meskipun tidak masuk RAB final), ini bisa jadi dasar.

  3. Survei Harga Pasar Setempat: Cara paling umum adalah melakukan survei harga pasar yang wajar untuk material dan upah pekerjaan timbunan di lokasi proyek. Dokumentasi survei ini penting untuk audit (probity).

  4. Negosiasi: Berdasarkan data referensi di atas, PPK melakukan negosiasi harga satuan dengan penyedia. Hasil negosiasi harus mencerminkan harga yang wajar, tidak mark-up.

  • Batas Perubahan Nilai Kontrak: Pasal 54 ayat (2) Perpres 16/2018 (jo. Perpres 46/2025) menetapkan bahwa penambahan nilai kontrak akhir akibat perubahan tidak boleh melebihi 10% dari nilai kontrak awal. Batasan ini penting untuk menjaga agar CCO tidak menjadi "kontrak baru terselubung". Pengecualian batas 10% hanya dimungkinkan jika perubahan disebabkan keadaan darurat dan harus mendapat persetujuan PA/KPA (Pasal 54 ayat (3) Perpres 46/2025). Prinsip manajemen risiko pengadaan mengharuskan PPK mengelola perubahan dalam batas yang ditetapkan.

  • Teori Kontrak Tidak Lengkap (Incomplete Contract Theory): Secara teoretis, kontrak (termasuk Surat Pesanan e-katalog) tidak mungkin mengatur setiap kemungkinan di masa depan, terutama dalam proyek konstruksi yang kompleks dan dinamis. Mekanisme CCO adalah wujud pengakuan atas ketidaklengkapan kontrak ini, menyediakan cara formal untuk mengatasi unforeseen contingencies. Namun, pelaksanaannya harus tetap dalam koridor good faith dan tidak eksploitatif.

  • Praktik Internasional: Kerangka kerja pengadaan internasional seperti World Bank Procurement Framework atau standar kontrak seperti FIDIC juga mengenal mekanisme Variations (Perubahan) untuk mengakomodasi penyesuaian lingkup, kuantitas, atau kondisi lapangan, dengan prosedur persetujuan dan valuasi yang jelas. Hal ini menunjukkan bahwa CCO adalah praktik umum, namun harus dikelola dengan baik.


4. Simulasi Konkret dan Ilustrasi Angka (Simulation and Case Illustration)

Mari kita simulasikan kasus pekerjaan parkiran:

  • Kontrak Awal (Hasil Mini-Kompetisi E-Katalog):

  • Item 1: Urugan Kembali Tanah Galian (50 m³) @ Rp 100.000 = Rp 5.000.000

  • Item 2: Beton Lantai K-225 (100 m³) @ Rp 950.000 = Rp 95.000.000

  • Nilai Kontrak Awal (Surat Pesanan): Rp 100.000.000

  • Kondisi Lapangan: Setelah galian dan sebelum urugan kembali, pengukuran ulang menunjukkan elevasi dasar parkiran 30 cm lebih rendah dari rencana di area seluas 200 m². Diperlukan timbunan material pilihan (misal: sirtu dipadatkan) setebal 30 cm.

  • Kebutuhan Item Baru (Timbunan):

  • Volume = Luas x Tebal = 200 m² x 0.3 m = 60 m³

  • Penentuan Harga Satuan Timbunan (Simulasi):

  • Tidak ada item timbunan di e-katalog penyedia.

  • Tidak ada analisis timbunan di HPS awal.

  • Survei harga pasar + negosiasi dengan penyedia: Disepakati harga satuan timbunan sirtu terpasang (termasuk pemadatan) = Rp 180.000 / m³ (didukung bukti survei).

  • Perhitungan Nilai Tambahan:

  • Nilai Pekerjaan Timbunan = Volume x Harga Satuan = 60 m³ x Rp 180.000 = Rp 10.800.000

  • Pemeriksaan Batas 10%:

  • Batas Maksimal Penambahan = 10% x Nilai Kontrak Awal = 10% x Rp 100.000.000 = Rp 10.000.000

  • Analisis Batas Nilai: Nilai pekerjaan tambahan (Rp 10.800.000) melebihi batas 10% (Rp 10.000.000).

  • Kesimpulan Simulasi & Tindak Lanjut:

  • Jika kondisi ini bukan keadaan darurat, PPK tidak bisa menambahkan seluruh volume timbunan 60 m³ melalui CCO pada kontrak ini. PPK harus mencari solusi lain, misalnya merevisi desain (jika memungkinkan) atau mengadakan pekerjaan timbunan secara terpisah (jika tidak melanggar aturan pemecahan paket).

  • Jika PPK dapat memberikan justifikasi kuat bahwa kondisi ini adalah bagian dari keadaan darurat (misal: penundaan akan menyebabkan kerusakan lebih besar atau bahaya), maka PPK dapat mengajukan persetujuan kepada PA/KPA untuk melakukan CCO melebihi 10%. Jika disetujui, addendum dapat dibuat.

Contoh Tabel Perubahan Kontrak (jika disetujui PA/KPA):

Item Pekerjaan

Volume Awal

Harga Satuan Awal

Nilai Awal

Volume Baru

Harga Satuan Baru

Nilai Baru

Perubahan Nilai

Urugan Kembali Tanah Galian

50 m³

Rp 100.000

Rp 5.000.000

50 m³

Rp 100.000

Rp 5.000.000

Rp 0

Beton Lantai K-225

100 m³

Rp 950.000

Rp 95.000.000

100 m³

Rp 950.000

Rp 95.000.000

Rp 0

Timbunan Sirtu Padat

0 m³

-

Rp 0

60 m³

Rp 180.000

Rp 10.800.000

+Rp 10.800.000

Total Kontrak



Rp 100.000.000



Rp 110.800.000

+Rp 10.800.000


5. Rekomendasi atau Implikasi Kebijakan (Policy Recommendation)

Untuk menavigasi CCO penambahan item baru pasca mini-kompetisi e-katalog secara akuntabel, PPK direkomendasikan untuk:

  1. Perkuat Investigasi Awal: Lakukan pemeriksaan kondisi lapangan yang lebih cermat sebelum menetapkan spesifikasi dan volume dalam paket mini-kompetisi untuk meminimalkan potensi CCO signifikan.

  2. Justifikasi Rigorous: Bangun justifikasi teknis yang sangat kuat dan objektif untuk setiap usulan penambahan item baru. Libatkan konsultan pengawas atau tim teknis independen jika perlu.

  3. Transparansi Harga Baru: Dokumentasikan proses penentuan harga satuan baru secara transparan, mulai dari survei pasar hingga risalah negosiasi dengan penyedia. Pastikan harga yang disepakati adalah harga terbaik yang wajar (best reasonable price).

  4. Patuhi Batas 10%: Secara ketat patuhi batasan perubahan nilai kontrak maksimal 10%. Gunakan opsi persetujuan PA/KPA hanya untuk kondisi darurat yang sesungguhnya dan dapat dipertanggungjawabkan.

  5. Dokumentasi Lengkap: Arsipkan seluruh dokumen terkait CCO (justifikasi, perhitungan, risalah negosiasi, addendum) sebagai bagian integral dari dokumen kontrak untuk kemudahan audit.

  6. Pemanfaatan Fitur (Jika Ada): Jika platform e-katalog/SPSE di masa depan menyediakan fitur CCO yang lebih canggih (termasuk penambahan item di luar katalog), manfaatkan fitur tersebut untuk pencatatan digital yang lebih terintegrasi.


6. Penutup (Conclusion)

Penambahan item pekerjaan baru melalui CCO pada kontrak hasil mini-kompetisi e-katalog adalah dimungkinkan secara hukum berdasarkan Perpres 16/2018 (jo. Perpres 46/2025). Namun, pelaksanaannya menuntut kehati-hatian ekstra dari PPK, terutama dalam justifikasi kebutuhan, penetapan harga satuan baru yang wajar, dan kepatuhan terhadap batasan nilai perubahan kontrak. Proses ini harus dilihat bukan sebagai celah untuk mengakali hasil mini-kompetisi, melainkan sebagai mekanisme governance untuk memastikan tujuan akhir proyek tercapai secara efektif dan akuntabel ketika menghadapi dinamika lapangan yang tak terhindarkan. Profesionalisme, integritas, dan dokumentasi yang cermat adalah kunci untuk melaksanakan CCO ini tanpa menimbulkan risiko hukum di kemudian hari.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Navigasi Perubahan Kontrak Konstruksi E-Katalog Pasca Mini-Kompetisi dalam Koridor Akuntabilitas

  Menyibak Tabir CCO Item Baru: Navigasi Perubahan Kontrak Konstruksi E-Katalog Pasca Mini-Kompetisi dalam Koridor Akuntabilitas Penulis Agu...