"Total Lost" dalam Audit Pemerintah: Mitos, Fakta, dan Praktik Global

 

"Total Lost" dalam Audit Pemerintah: Mitos, Fakta, dan Praktik Global

Penulis: Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp.
Pengelola Pengadaan Ahli Madya, BMKG RI, Fasilitator Kehormatan Bidang Pengadaan Barang/Jasa LKPP RI, Probity Advisor LKPP RI, Anggota Tim Perumus Peraturan LKPP RI, Ahli Penyusun SOP Pengadaan Barang/Jasa, dan Penulis Buku Pengadaan Barang/Jasa


Pendahuluan

Penggunaan istilah "total lost" dalam audit pemerintahan di Indonesia telah menjadi isu yang menimbulkan kontroversi dan pertanyaan kritis terkait landasan hukum dan kesesuaiannya dengan standar internasional. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis fenomena tersebut secara komprehensif, mengidentifikasi kelemahan dalam penerapannya, serta menawarkan rekomendasi berdasarkan praktik terbaik global. Saya merasa perlu menulis ini karena jelas pasti berkaitan dengan kompetensi pengadaan barang/jasa pemerintah.

Problematika "Total Lost" di Indonesia

Ketiadaan Landasan Hukum

Istilah "total lost" yang sering digunakan oleh auditor dalam pemerintahan Indonesia tidak memiliki pijakan hukum yang jelas. Hal ini menimbulkan tantangan serius dalam konteks hukum dan akuntabilitas. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara hanya menyebutkan konsep "kerugian negara/daerah" tanpa memberikan definisi atau pengaturan lebih lanjut mengenai "total lost."

Ketidakjelasan ini mengakibatkan ambiguitas dalam pelaksanaan audit, di mana auditor terkadang menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan kerugian proyek secara keseluruhan tanpa mempertimbangkan manfaat parsial yang mungkin telah diperoleh. Misalnya, sebuah proyek infrastruktur yang terlambat selesai atau mengalami pembengkakan biaya masih mungkin memberikan manfaat kepada masyarakat. Dalam kasus seperti itu, menyatakan proyek tersebut sebagai "total lost" dapat menjadi evaluasi yang tidak adil dan kurang berdasar.

Praktik penggunaan istilah ini juga menciptakan risiko hukum bagi auditor dan instansi yang terlibat. Tanpa landasan hukum yang eksplisit, keputusan yang diambil berdasarkan "total lost" dapat digugat atau dipersoalkan. Hal ini menjadi semakin rumit ketika terdapat perbedaan interpretasi antara auditor, pihak yang diaudit, dan aparat penegak hukum. Sebagai contoh, penyidik mungkin menggunakan laporan audit yang menyebutkan "total lost" sebagai dasar untuk tindakan hukum, meskipun belum ada kerangka regulasi yang jelas untuk mendukung istilah tersebut.

Ketiadaan regulasi yang spesifik juga membuat auditor di Indonesia tertinggal dibandingkan rekan mereka di negara lain yang sudah memiliki panduan dan standar jelas terkait evaluasi proyek gagal. Dalam konteks global, terminologi seperti "total lost" biasanya dihindari karena sifatnya yang absolut dan berpotensi menyesatkan. Sebaliknya, audit internasional menggunakan pendekatan yang lebih nyatakan data dan terukur untuk menilai kegagalan proyek.

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menyusun regulasi yang secara eksplisit mengatur terminologi, kriteria, dan metodologi yang digunakan dalam audit kerugian negara. Regulasi ini tidak hanya akan memberikan kejelasan dan panduan bagi auditor tetapi juga melindungi mereka dari risiko hukum yang tidak perlu. Pengaturan yang lebih spesifik dapat memastikan bahwa istilah seperti "total lost" tidak disalahgunakan dan hanya digunakan ketika sesuai dengan fakta dan data yang dapat diverifikasi.

Inkonsistensi dengan Prinsip Audit

Penetapan "total lost" kerap bertentangan dengan prinsip audit yang berlaku secara universal, termasuk:

  • Pembuktian kerugian nyata: Auditor harus memastikan kerugian benar-benar terjadi dan dapat diverifikasi.

  • Perhitungan yang terukur: Kerugian harus dihitung secara rinci berdasarkan data dan bukti konkret.

  • Pertimbangan manfaat parsial: Sebagian proyek mungkin tetap memberikan manfaat meskipun terjadi kegagalan.

  • Dokumentasi komprehensif: Semua temuan audit harus didukung oleh bukti yang memadai dan terdokumentasi dengan baik.

Praktik Global: Pembelajaran dari Standar Internasional

Amerika Serikat: Pendekatan Terstruktur

Amerika Serikat menggunakan pendekatan "Complete Project Failure" dengan kriteria yang jelas. Berdasarkan Government Auditing Standards (Yellow Book), kerugian dihitung secara sistematis dengan mempertimbangkan materialitas dan berbasis bukti konkret. Auditor juga wajib menyajikan laporan yang komprehensif dan terukur.

Inggris: Audit Value for Money

Di Inggris, audit berfokus pada prinsip 3E (Economy, Efficiency, Effectiveness) untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan anggaran. Konsep "write-off" diterapkan secara transparan dengan metodologi perhitungan yang terstruktur. Sistem evaluasi proyek dirancang untuk meminimalkan kesalahan dan memastikan keadilan dalam penghitungan kerugian.

Australia: Pendekatan Berbasis Risiko

Australia mengadopsi framework berbasis risiko dalam menilai proyek yang gagal. Pendekatan ini mencakup Project Failure Assessment dengan langkah-langkah verifikasi berlapis dan perhitungan kerugian yang terperinci. Auditor diharuskan menggunakan matriks risiko untuk mengidentifikasi dan mengelola potensi kerugian.

Rekomendasi Perbaikan Sistem Audit di Indonesia

Reformasi Regulasi

  1. Penyusunan definisi yang jelas: Landasan hukum mengenai "total lost" perlu dirumuskan dalam regulasi yang eksplisit.

  2. Metodologi perhitungan terstandar: Regulasi harus mengatur formula perhitungan kerugian yang sesuai dengan praktik internasional.

  3. Pengembangan framework evaluasi proyek: Framework ini harus mencakup indikator kinerja yang terukur dan relevan.

  4. Penguatan dokumentasi: Proses audit harus didukung oleh sistem dokumentasi yang akurat dan transparan.

Penguatan Kapasitas Auditor

  1. Pelatihan kompetensi: Auditor perlu dilatih untuk menguasai evaluasi proyek berdasarkan standar internasional.

  2. Pemahaman metode kuantitatif: Auditor harus mampu melakukan perhitungan kerugian dengan pendekatan berbasis data.

  3. Pengembangan soft skills: Analisis kritis dan kemampuan komunikasi yang efektif sangat penting untuk menyampaikan hasil audit.

  4. Adopsi teknologi: Penggunaan perangkat lunak audit berbasis data dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi.

Implementasi Sistem Berbasis Risiko

  1. Matriks risiko: Penggunaan matriks risiko membantu auditor mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian khusus.

  2. Indikator kinerja: Indikator yang terukur harus digunakan untuk mengevaluasi efektivitas proyek.

  3. Sistem peringatan dini: Sistem ini diperlukan untuk mengidentifikasi potensi masalah sebelum menjadi kerugian nyata.

  4. Monitoring berkelanjutan: Evaluasi berkala memastikan bahwa proyek berjalan sesuai rencana.

Kesimpulan

Fenomena "total lost" dalam audit pemerintahan di Indonesia memerlukan tinjauan ulang agar sejalan dengan standar internasional. Reformasi sistem audit, penguatan kapasitas auditor, dan penerapan pendekatan berbasis risiko adalah langkah kunci untuk meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas penggunaan anggaran negara.

Daftar Pustaka

  1. BPKP. (2020). Pedoman Pemeriksaan Kerugian Negara. Jakarta: BPKP. https://www.bpkp.go.id

  2. Government Accountability Office. (2018). Government Auditing Standards (Yellow Book). Washington, D.C.: GAO. https://www.gao.gov/yellowbook

  3. HM Treasury. (2020). The Green Book: Central Government Guidance on Appraisal and Evaluation. London: HM Treasury. https://www.gov.uk/government/publications/the-green-book-appraisal-and-evaluation-in-central-governent

  4. Australian National Audit Office. (2021). Better Practice Guide: Risk Management. Canberra: ANAO. https://www.anao.gov.au

  5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. https://peraturan.bpk.go.id

  6. International Federation of Accountants. (2019). Handbook of International Public Sector Accounting Standards. New York: IFAC. https://www.ifac.org/publications-resources/2019-handbook-international-public-sector-accounting-pronouncements







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Rahasia Dokumen Referensi Harga: Panduan Lengkap Menyusun Prompt untuk Pengadaan Barang yang Efektif dan Transparan

4 Langkah Strategis Pembuatan Etalase Produk Konstruksi Katalog Elekronik

Panduan Praktis: Pemungutan PPN oleh PPK dan Bendahara sesuai PMK 131/2024