Merancang Masa Depan Pengadaan Publik di Indonesia: Usulan Pasal untuk Transparansi, Keberlanjutan, dan Perlindungan Hukum
Penulis: Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp.
Pengelola Pengadaan Ahli Madya, BMKG RI, Fasilitator Kehormatan Bidang Pengadaan Barang/Jasa LKPP RI, Probity Advisor LKPP RI, Anggota Tim Perumus Peraturan LKPP RI, Ahli Penyusun SOP Pengadaan Barang/Jasa, dan Penulis Buku Pengadaan Barang/JasaPengantar Artikel:
Pengadaan
publik memainkan peran strategis dalam pembangunan nasional, tidak hanya
sebagai mekanisme pemenuhan kebutuhan pemerintah tetapi juga sebagai
katalisator pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan pemberdayaan masyarakat. Namun,
praktik pengadaan publik di Indonesia masih menghadapi tantangan yang kompleks,
mulai dari kriminalisasi yang tidak proporsional, kurangnya transparansi,
hingga minimnya penerapan prinsip keberlanjutan.
Mengacu
pada best practices dari berbagai negara seperti Malaysia, Korea Selatan, Uni
Eropa, dan Kanada, terdapat peluang besar untuk mereformasi sistem pengadaan
publik Indonesia melalui penguatan kerangka hukum. Artikel ini menawarkan
usulan pasal yang dapat menjadi dasar bagi rancangan Undang-Undang Pengadaan
Publik, yang berfokus pada enam isu strategis: kriminalisasi yang
proporsional, transparansi dan akses publik, pengadaan berbasis teknologi,
keberlanjutan, perlindungan bagi pelaku pengadaan, serta pengawasan yang
akuntabel.
Melalui
kajian komparatif dan analisis mendalam, artikel ini bertujuan memberikan
gambaran konkret tentang bagaimana reformasi ini dapat meningkatkan efisiensi,
akuntabilitas, dan keberlanjutan dalam pengadaan publik, sekaligus menciptakan
sistem yang melindungi pelaku pengadaan dari ketidakadilan hukum. Reformasi ini
tidak hanya akan menjawab tantangan saat ini tetapi juga membangun landasan
yang kokoh untuk sistem pengadaan yang modern dan adaptif terhadap perubahan
zaman.
Penulis:
Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp.
Usulan
rancangan pasal dan ayat di level Undang-Undang serta turunannya di level
Peraturan Presiden (Perpres). Struktur ini dirancang agar pasal di UU
memberikan landasan hukum yang kuat, sementara Perpres sebagai peraturan teknis
mengatur lebih rinci untuk implementasi.
Rancangan Pasal dan Ayat
di Level Undang-Undang
1. Kriminalisasi
Pengadaan yang Tidak Proporsional
Tentu,
redaksional pasal dan ayat ini dapat diperkuat dengan menambahkan korelasi
langsung terhadap permasalahan kriminalisasi yang sering timbul karena
penyalahgunaan UU Tipikor. Tujuannya adalah memastikan bahwa norma ini
memberikan batasan jelas untuk menghindari interpretasi yang berlebihan oleh
aparat penegak hukum.
Redaksi
Baru Pasal dan Turunan
Pasal
di UU
- Pasal 1
(1) Kesalahan administratif dalam proses pengadaan barang/jasa yang tidak menimbulkan kerugian nyata terhadap keuangan negara tidak dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk UU Tindak Pidana Korupsi.
(2) Unsur pidana dalam pengadaan barang/jasa hanya dapat diterapkan jika:
a. Terdapat bukti nyata kerugian keuangan negara yang dihitung berdasarkan audit resmi lembaga negara yang berwenang; dan
b. Terdapat unsur niat jahat (mens rea) yang jelas, baik dalam bentuk penyalahgunaan wewenang maupun kolusi untuk keuntungan pribadi atau pihak lain.
(3) Kesalahan administratif diselesaikan secara internal melalui mekanisme pembinaan atau sanksi administratif oleh Badan Pengawas Pengadaan Publik.
(4) Aparat penegak hukum dilarang memproses kesalahan administratif sebagai tindak pidana sebelum mekanisme penyelesaian administratif selesai dilakukan oleh Badan Pengawas Pengadaan Publik.
Turunan
di Perpres
- Pasal 1
(1) Badan Pengawas Pengadaan Publik bertugas menetapkan klasifikasi kesalahan administratif dalam pengadaan barang/jasa.
(2) Kesalahan administratif meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
a. Kesalahan dalam penyusunan dokumen perencanaan pengadaan, termasuk spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja;
b. Pelanggaran prosedur administrasi dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa tanpa indikasi manipulasi atau kolusi;
c. Ketidaksesuaian dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui swakelola yang tidak merugikan keuangan negara.
(3) Penyelesaian administratif dilakukan melalui tahapan:
a. Pemberian teguran tertulis oleh pejabat pengawas internal;
b. Pembekuan kewenangan sementara bagi pejabat pengadaan yang bersangkutan;
c. Pelatihan ulang dan pendampingan teknis oleh Badan Pengawas Pengadaan Publik.
(4) Aparat penegak hukum wajib berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pengadaan Publik sebelum melakukan proses hukum terhadap pejabat pengadaan untuk memastikan tidak adanya pelanggaran administratif yang sedang dalam proses penyelesaian.
Korelasi dan Justifikasi untuk Menangkis UU Tipikor
- Batasan
Jelas Antara Kesalahan Administratif dan Tindak Pidana:
- UU
Tipikor (misalnya
Pasal 2 dan Pasal 3) sering digunakan untuk menjerat pelaku pengadaan
dengan kriteria "merugikan keuangan negara," bahkan ketika
kerugian tersebut tidak disebabkan oleh niat jahat. Redaksi ini
menegaskan bahwa kesalahan administratif tanpa kerugian nyata atau
tanpa niat jahat tidak dapat dianggap sebagai tindak pidana. Hal ini
sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa
kerugian negara harus dihitung oleh auditor resmi dan harus nyata, bukan
potensi.
- Perlindungan
Pelaku Pengadaan:
- Banyak
pelaku pengadaan enggan mengambil keputusan strategis karena khawatir
akan risiko kriminalisasi. Pasal ini memberikan perlindungan kepada
pelaku pengadaan yang bertindak sesuai prosedur, bahkan jika terjadi
kesalahan administratif. Ini bertujuan mendorong keberanian untuk
bertindak inovatif, tanpa takut terhadap konsekuensi hukum yang tidak
adil.
- Prinsip
Ultimum Remedium:
- Pasal
ini menegaskan prinsip ultimum remedium (pidana sebagai pilihan
terakhir). Kesalahan administratif harus diselesaikan melalui
mekanisme administrasi terlebih dahulu sebelum diproses secara pidana.
Hal ini selaras dengan pendekatan dalam hukum progresif yang diterapkan
di beberapa negara seperti Malaysia dan Australia.
- Penyelarasan
dengan Sistem Pengawasan Internal:
- Penyelesaian
administratif melalui Badan Pengawas Pengadaan Publik memberikan
ruang bagi mekanisme internal untuk memperbaiki kesalahan tanpa
intervensi aparat penegak hukum yang dapat memperburuk situasi.
Pendekatan ini telah terbukti berhasil dalam sistem pengadaan di Kanada
dan Brasil, di mana fokus diberikan pada pembinaan dan evaluasi,
bukan kriminalisasi.
- Mengurangi
Beban Penegakan Hukum:
- Dengan
menghindari kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif, pasal ini
membantu aparat penegak hukum fokus pada kasus-kasus yang benar-benar
melibatkan niat jahat dan kerugian signifikan. Hal ini akan meningkatkan
efisiensi penegakan hukum dan memperbaiki persepsi masyarakat terhadap
sistem hukum secara keseluruhan.
Tujuan Pengusulan Isu Ini
- Memberikan
kepastian hukum:
Membuat batasan yang jelas antara kesalahan administratif dan tindak
pidana untuk menghindari over-criminalization.
- Melindungi
pejabat pengadaan:
Mengurangi rasa takut yang sering menghambat keberanian dalam pengambilan
keputusan.
- Meningkatkan
efisiensi penyelesaian pelanggaran: Mendorong penyelesaian pelanggaran
administratif melalui mekanisme internal, bukan melalui proses pidana.
- Mendorong
inovasi dan efisiensi dalam pengadaan: Dengan rasa aman dari kriminalisasi, pelaku
pengadaan dapat lebih fokus pada efisiensi dan inovasi dalam pelaksanaan
tugas.
Kesimpulan
Redaksi
ini menguatkan landasan hukum untuk mengatasi kriminalisasi tidak proporsional
dalam pengadaan publik, dengan mengadopsi best practices dari sistem
hukum internasional. Selain itu, pasal ini mempertegas batasan hukum yang akan
membantu menciptakan ekosistem pengadaan yang lebih aman, produktif, dan
berorientasi pada pembangunan nasional.
2. Transparansi dan
Akses Publik
Pasal
di UU
- Pasal 2
(1) Pemerintah wajib mempublikasikan semua informasi terkait pengadaan barang/jasa, termasuk dokumen pengadaan, hasil evaluasi, dan kontrak, secara daring.
(2) Masyarakat berhak mengajukan keberatan atas proses pengadaan barang/jasa, dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Presiden.
Turunan
di Perpres
Pasal 2
(1) Sistem pengadaan elektronik nasional wajib menyediakan fitur akses publik
untuk:
a. Dokumen pengumuman pengadaan;
b. Daftar peserta yang mengikuti proses pengadaan;
c. Nilai kontrak yang disepakati.
(2) Keberatan masyarakat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
a. Pengajuan keberatan secara tertulis melalui platform daring dalam waktu 5
hari kerja setelah pengumuman hasil pengadaan;
b. Penanganan keberatan oleh Tim Penyelesaian Keberatan yang ditunjuk oleh
Kementerian/Lembaga terkait;
c. Keputusan atas keberatan diterbitkan dalam waktu 15 hari kerja.
3. Pengadaan Berbasis
Teknologi dan Inovasi
Pasal
di UU
- Pasal 3
(1) Pemerintah wajib melaksanakan pengadaan barang/jasa melalui sistem elektronik yang terintegrasi secara nasional.
(2) Pemerintah dapat memberikan insentif kepada penyedia yang mengajukan solusi berbasis teknologi dan inovasi.
Turunan
di Perpres
- Pasal 3
(1) Sistem pengadaan elektronik nasional harus mencakup fitur:
a. Pengadaan elektronik secara penuh;
b. Sistem evaluasi otomatis berbasis kriteria;
c. Pemantauan kontrak secara real-time.
(2) Insentif teknologi diberikan dalam bentuk:
a. Poin tambahan pada evaluasi teknis untuk proposal berbasis inovasi;
b. Akses prioritas ke proyek pemerintah untuk penyedia yang menerapkan solusi teknologi terdepan.
4. Sustainable
Procurement
Pasal
di UU
- Pasal 4
(1) Pengadaan barang/jasa harus memperhatikan prinsip keberlanjutan, meliputi aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
(2) Pemerintah wajib memberikan prioritas kepada barang/jasa yang ramah lingkungan dan mendukung UMKM lokal.
Turunan
di Perpres
- Pasal 4
(1) Kriteria keberlanjutan dalam pengadaan meliputi:
a. Penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan;
b. Proses produksi yang meminimalkan emisi karbon;
c. Keterlibatan UMKM dalam rantai pasok.
(2) Evaluasi keberlanjutan dilakukan dengan memberikan bobot minimal 20% dalam penilaian pengadaan.
(3) Kementerian/Lembaga wajib melibatkan UMKM lokal dalam minimal 40% dari total nilai kontrak pengadaan tahunan.
5. Perlindungan dan
Insentif bagi Pelaku Pengadaan
Pasal
di UU
- Pasal 5
(1) Pelaku pengadaan yang telah menjalankan tugas sesuai prosedur tidak dapat dikenakan tuntutan pidana atau perdata.
(2) Pemerintah wajib memberikan pelatihan dan penghargaan kepada pelaku pengadaan yang berprestasi.
Turunan
di Perpres
- Pasal 5
(1) Perlindungan hukum bagi pelaku pengadaan diberikan melalui:
a. Penunjukan tim penasihat hukum yang ditugaskan oleh pemerintah;
b. Penyediaan pembelaan hukum jika terjadi tuntutan yang tidak berdasar.
(2) Penghargaan kepada pelaku pengadaan diberikan dalam bentuk:
a. Sertifikat penghargaan dari pemerintah;
b. Prioritas dalam pengembangan karier untuk ASN yang berprestasi dalam bidang pengadaan.
6. Pengawasan dan
Mekanisme Akuntabilitas
Pasal
di UU
- Pasal 6
(1) Dibentuk Badan Pengawas Pengadaan Publik yang bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(2) Badan ini bertugas melakukan pemantauan, audit, dan evaluasi atas proses pengadaan barang/jasa.
Turunan
di Perpres
- Pasal 6
(1) Badan Pengawas Pengadaan Publik memiliki wewenang untuk:
a. Melakukan audit berkala pada setiap Kementerian/Lembaga/Daerah;
b. Memberikan rekomendasi pembatalan kontrak yang terindikasi pelanggaran hukum.
(2) Masyarakat dapat melaporkan pelanggaran pengadaan melalui sistem daring yang disediakan oleh Badan Pengawas.
(3) Badan Pengawas wajib memberikan tanggapan atas laporan masyarakat dalam waktu 30 hari kerja.
Kesimpulan
Rancangan
di atas memberikan keseimbangan antara pengaturan umum di tingkat UU dan teknis
di tingkat Perpres. Pasal di UU mencakup prinsip dan norma utama, sementara
Perpres memberikan detail implementasi. Struktur ini memungkinkan fleksibilitas
dan efisiensi dalam pelaksanaan pengadaan publik yang lebih baik di Indonesia.
Justifikasi Per Pasal
Berikut
adalah justifikasi yang panjang dan detail untuk masing-masing dari 6 isu yang
diusulkan, berdasarkan benchmarking terhadap UU Pengadaan Publik terbaik di
dunia.
1. Kriminalisasi
Pengadaan yang Tidak Proporsional
Justifikasi:
- Masalah
di Indonesia:
- Banyak
pelaku pengadaan di Indonesia merasa khawatir terhadap ancaman
kriminalisasi meskipun mereka bekerja sesuai prosedur.
- Kasus
administrasi, seperti ketidaksesuaian dokumen atau kesalahan teknis,
sering kali ditarik ke ranah pidana menggunakan UU Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor), tanpa membedakan antara kesalahan administratif
dan unsur niat jahat (mens rea).
- Benchmark:
- Malaysia: Government Procurement
Act memisahkan kesalahan administratif dari pelanggaran pidana. Penyelesaian
administratif dilakukan melalui lembaga independen sebelum ada intervensi
hukum.
- Australia: Public Governance,
Performance, and Accountability Act memastikan bahwa pelaku pengadaan
tidak bisa dikenai sanksi pidana tanpa bukti niat jahat atau kecurangan.
- Kanada: Integrity Framework
melindungi pejabat yang bertindak sesuai prosedur, mengurangi ketakutan
akan risiko hukum yang tidak adil.
- Relevansi
untuk Indonesia:
- Memisahkan
kesalahan administratif dari tindak pidana akan menciptakan ruang yang
aman bagi pelaku pengadaan untuk bekerja tanpa rasa takut. Regulasi yang
jelas juga mendorong inovasi dan pengambilan keputusan yang cepat dalam
proses pengadaan.
- Dampak
Positif:
- Mencegah
kriminalisasi yang tidak proporsional.
- Meningkatkan
efisiensi pengadaan dengan meminimalkan keputusan yang terlalu
berhati-hati akibat ketakutan.
2. Transparansi dan
Akses Publik
Justifikasi:
- Masalah
di Indonesia:
- Keterbukaan
informasi pengadaan masih terbatas, terutama terkait dokumen kontrak,
evaluasi, dan mekanisme keberatan. Banyak masyarakat dan penyedia merasa
tidak memiliki akses yang memadai untuk memantau proses pengadaan.
- Benchmark:
- Korea
Selatan (KONEPS):
Sistem e-procurement menyediakan akses publik untuk semua informasi
pengadaan, termasuk hasil evaluasi pengadaan dan pelaksanaan kontrak.
- Brasil: Federal Law 8.666/93
mewajibkan transparansi penuh dengan publikasi kontrak dan hasil evaluasi
di platform daring.
- Uni
Eropa (Public Procurement Directives): Menjamin akses publik terhadap seluruh proses
pengadaan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan kontrak.
- Relevansi
untuk Indonesia:
- Penerapan
transparansi dalam pengadaan publik di Indonesia akan mendorong
kepercayaan masyarakat, mengurangi potensi korupsi, dan menciptakan
lingkungan yang lebih kompetitif bagi penyedia barang/jasa.
- Dampak
Positif:
- Meningkatkan
akuntabilitas pemerintah.
- Mengurangi
peluang kecurangan dengan membuka proses kepada pengawasan publik.
3. Pengadaan Berbasis
Teknologi dan Inovasi
Justifikasi:
- Masalah
di Indonesia:
- Pemanfaatan
teknologi dalam pengadaan publik masih terbatas. Banyak daerah yang belum
menggunakan e-procurement secara optimal.
- Inovasi
teknologi lokal belum sepenuhnya diberdayakan dalam pengadaan.
- Benchmark:
- India
(GeM):
Sistem Government e-Marketplace memanfaatkan teknologi untuk mempercepat
proses pengadaan, meningkatkan transparansi, dan mendukung penyedia
lokal.
- Uni
Eropa:
Pengadaan berbasis inovasi diatur dalam Directive 2014/24/EU,
dengan insentif untuk solusi teknologi mutakhir.
- Korea
Selatan (KONEPS):
Sistem terintegrasi berbasis daring memungkinkan semua proses pengadaan,
dari pengadaan hingga pembayaran, dilakukan secara elektronik.
- Relevansi
untuk Indonesia:
- Menerapkan
sistem e-procurement nasional yang terintegrasi akan meningkatkan
efisiensi, transparansi, dan akurasi. Insentif untuk inovasi teknologi
lokal juga dapat mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
- Dampak
Positif:
- Meminimalkan
birokrasi dan kesalahan manual.
- Meningkatkan
daya saing penyedia lokal berbasis teknologi.
4. Sustainable
Procurement
Justifikasi:
- Masalah
di Indonesia:
- Pengadaan
publik belum sepenuhnya mengintegrasikan prinsip keberlanjutan, baik
dalam aspek lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
- Benchmark:
- Swedia: Semua pengadaan wajib
mempertimbangkan keberlanjutan, termasuk penggunaan bahan daur ulang dan
efisiensi energi.
- Jerman: Supply Chain Due
Diligence Act memastikan pengadaan memperhatikan dampak lingkungan
dan hak asasi manusia dalam rantai pasok.
- Uni
Eropa (Directive 2014/24/EU):
Mengintegrasikan keberlanjutan sebagai salah satu kriteria evaluasi dalam
pengadaan.
- Relevansi
untuk Indonesia:
- Dengan
adopsi prinsip keberlanjutan, pengadaan publik dapat mendukung agenda
pembangunan berkelanjutan (SDGs), mengurangi dampak lingkungan, dan
meningkatkan manfaat sosial.
- Dampak
Positif:
- Mengurangi
jejak karbon pengadaan pemerintah.
- Meningkatkan
keterlibatan UMKM lokal yang ramah lingkungan.
5. Perlindungan dan
Insentif bagi Pelaku Pengadaan
Justifikasi:
- Masalah
di Indonesia:
- Pelaku
pengadaan sering kali merasa tidak terlindungi secara hukum, terutama
dalam pengambilan keputusan yang berisiko.
- Kurangnya
insentif bagi pelaku pengadaan yang berprestasi.
- Benchmark:
- Kanada: Pelaku pengadaan yang
bertindak sesuai prosedur mendapat perlindungan penuh dari tuntutan hukum
yang tidak berdasar.
- Singapura: Memberikan penghargaan
kepada pelaku pengadaan yang menunjukkan inovasi dan efisiensi dalam
tugas mereka.
- Australia: Program pelatihan
berkelanjutan untuk pelaku pengadaan meningkatkan profesionalisme dan
akuntabilitas.
- Relevansi
untuk Indonesia:
- Memberikan
perlindungan hukum akan meningkatkan keberanian pelaku pengadaan dalam
mengambil keputusan yang optimal. Insentif akan mendorong pelaku
pengadaan untuk meningkatkan kinerja.
- Dampak
Positif:
- Meningkatkan
kepercayaan pelaku pengadaan terhadap sistem.
- Mendorong
profesionalisme dan inovasi dalam pengadaan.
6. Pengawasan dan
Mekanisme Akuntabilitas
Justifikasi:
- Masalah
di Indonesia:
- Pengawasan
pengadaan sering kali dilakukan secara reaktif setelah terjadi masalah,
sehingga tidak ada tindakan preventif untuk mencegah pelanggaran.
- Benchmark:
- Inggris
(Public Procurement Review Service): Memberikan mekanisme laporan masyarakat untuk
pengawasan pengadaan publik.
- Chile
(ChileCompra):
Sistem audit yang transparan dan real-time memungkinkan identifikasi
masalah sebelum kontrak ditandatangani.
- Uni
Eropa:
Pengawasan dilakukan melalui audit reguler yang dipublikasikan kepada
masyarakat.
- Relevansi
untuk Indonesia:
- Membangun
Badan Pengawas Pengadaan yang independen dan melibatkan masyarakat dalam
pengawasan akan meningkatkan akuntabilitas dan mencegah pelanggaran.
- Dampak
Positif:
- Meminimalkan
pelanggaran dalam pengadaan.
- Meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap proses pengadaan publik.
Kesimpulan
Enam
isu yang diusulkan—kriminalisasi pengadaan, transparansi, teknologi,
keberlanjutan, perlindungan pelaku pengadaan, dan pengawasan—dapat
ditangani dengan belajar dari praktik terbaik di negara-negara seperti Korea
Selatan, Uni Eropa, Kanada, Brasil, dan lainnya. Justifikasi ini menunjukkan
pentingnya adaptasi prinsip-prinsip universal dalam pengadaan publik untuk
menciptakan regulasi yang modern, efektif, dan berkelanjutan di Indonesia.
Profil Undang-Undang
Tentang Pengadaan Publik di negara rujukan/referensi
Berikut
adalah profil umum Undang-Undang (UU) pengadaan publik dari negara-negara
yang menjadi rujukan untuk usulan pasal yang diajukan:
1. Malaysia: Government
Procurement Act
Profil
Umum:
- Nama
UU:
Government Procurement Act (diatur melalui berbagai regulasi pelaksana dan
circulars oleh Kementerian Keuangan).
- Prinsip
Dasar:
Transparansi, efisiensi, dan nilai uang (value for money).
- Poin
Kunci:
- Pemilahan
Pelanggaran:
Memisahkan kesalahan administratif dari tindak pidana. Hanya pelanggaran
dengan bukti niat jahat yang bisa masuk ranah hukum pidana.
- Probity
dalam Pengadaan:
Ada mekanisme internal untuk menyelesaikan pelanggaran administratif
melalui pembinaan atau perbaikan prosedur.
- Preferensi
Lokal:
Memberikan prioritas kepada penyedia lokal dalam pengadaan.
- Relevansi
untuk Indonesia:
Sistem ini cocok untuk mengurangi kriminalisasi yang tidak proporsional di
Indonesia, sekaligus mendorong pelaku pengadaan untuk lebih berani
mengambil keputusan.
2. Korea Selatan: Act on
Contracts to Which the State is a Party
Profil
Umum:
- Nama
UU: Act on
Contracts to Which the State is a Party.
- Sistem
Pendukung: KONEPS
(Korea Online E-Procurement System), sistem e-procurement terintegrasi
yang telah menjadi model global.
- Prinsip
Dasar:
Efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
- Poin
Kunci:
- Digitalisasi
Total:
Semua proses pengadaan wajib dilakukan secara elektronik, mulai dari pengadaan
hingga pembayaran.
- Transparansi
Tinggi:
Semua informasi pengadaan, hasil evaluasi, dan pelaksanaan kontrak
dipublikasikan untuk akses publik.
- Efisiensi: Sistem ini menghemat biaya
pengadaan hingga miliaran dolar setiap tahun dan mengurangi birokrasi.
- Relevansi
untuk Indonesia:
Sistem e-procurement Korea Selatan menjadi contoh utama untuk meningkatkan
transparansi dan efisiensi di Indonesia.
3. Uni Eropa: Public
Procurement Directives
Profil
Umum:
- Nama
UU:
Directive 2014/24/EU (Public Procurement) dan Directive 2014/25/EU
(Utilities Procurement).
- Prinsip
Dasar:
Harmonisasi, keberlanjutan, dan inovasi.
- Poin
Kunci:
- Sustainable
Procurement:
Mengintegrasikan aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi ke dalam proses
pengadaan.
- Harmonisasi
Regional:
Memberikan standar pengadaan yang seragam di semua negara anggota.
- Digitalisasi: Wajib menggunakan
e-procurement untuk proses pengadaan dan komunikasi.
- Relevansi
untuk Indonesia:
Menjadi model untuk memasukkan prinsip keberlanjutan dan inovasi teknologi
dalam pengadaan publik.
4. Amerika Serikat:
Federal Acquisition Regulation (FAR)
Profil
Umum:
- Nama
UU: Federal
Acquisition Regulation (FAR).
- Prinsip
Dasar:
Transparansi, efisiensi, dan pemberdayaan pelaku lokal.
- Poin
Kunci:
- Komprehensif: Mengatur seluruh siklus
pengadaan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi kontrak.
- Pemberdayaan
UMKM:
Menetapkan kebijakan afirmatif untuk pelaku usaha kecil dalam pengadaan
pemerintah.
- Fleksibilitas: FAR memungkinkan
penyesuaian kontrak untuk proyek riset, inovasi, atau keadaan darurat.
- Relevansi
untuk Indonesia:
Kebijakan afirmatif dalam FAR dapat menjadi acuan untuk pemberdayaan UMKM
dan inovasi di Indonesia.
5. Kanada: Integrity
Framework
Profil
Umum:
- Nama
UU: Policy
on Contracting (di bawah Integrity Framework).
- Prinsip
Dasar:
Probity, akuntabilitas, dan perlindungan hukum.
- Poin
Kunci:
- Perlindungan
Hukum:
Pelaku pengadaan dilindungi dari tuntutan jika bertindak sesuai prosedur.
- Audit
dan Pengawasan:
Audit reguler dilakukan untuk memastikan integritas proses pengadaan.
- Pemberdayaan
Pelaku:
Memberikan pelatihan dan dukungan berkelanjutan kepada pejabat pengadaan.
- Relevansi
untuk Indonesia:
Kerangka perlindungan hukum dan pelatihan dapat meningkatkan rasa aman dan
kompetensi pelaku pengadaan di Indonesia.
6. Brasil: Federal Law
8.666/93
Profil
Umum:
- Nama
UU: Federal
Law 8.666/93.
- Prinsip
Dasar:
Transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
- Poin
Kunci:
- Transparansi
Proses:
Semua dokumen dan informasi pengadaan harus dipublikasikan secara
terbuka.
- Keberatan
Peserta:
Memberikan hak keberatan kepada peserta pengadaan yang dirugikan, dengan
proses yang jelas dan transparan.
- Sistem
Monitoring:
Pemerintah menyediakan mekanisme pelaporan masyarakat atas dugaan
pelanggaran.
- Relevansi
untuk Indonesia:
Proses keberatan dan monitoring publik yang diterapkan Brasil sangat
relevan untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pengadaan di Indonesia.
7. Chile: Ley de Compras
Públicas (ChileCompra)
Profil
Umum:
- Nama
UU: Ley de
Compras Públicas.
- Prinsip
Dasar:
Transparansi, efisiensi, dan pemberdayaan lokal.
- Poin
Kunci:
- Platform
Terintegrasi:
ChileCompra adalah platform daring untuk semua proses pengadaan, termasuk
pengadaan, pelaksanaan kontrak, dan monitoring.
- Pemberdayaan
Lokal:
Memprioritaskan keterlibatan pelaku usaha kecil dalam pengadaan publik.
- Keberlanjutan: Mendorong kontrak yang
mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.
- Relevansi
untuk Indonesia:
Fokus pada pemberdayaan lokal dan transparansi ChileCompra dapat
diadaptasi untuk penguatan UMKM di Indonesia.
Kesimpulan
Setiap
negara memiliki keunggulan khusus dalam UU pengadaan publiknya. Korea
Selatan dan Uni Eropa menonjol dalam digitalisasi dan keberlanjutan,
sementara Kanada dan Malaysia unggul dalam perlindungan hukum dan
integritas. Adopsi elemen-elemen kunci dari UU ini akan sangat relevan untuk
meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas pengadaan publik di
Indonesia.
Referensi tautan
Undang-Undang Pengadaan Publik
Berikut
adalah tautan referensi untuk tujuh undang-undang pengadaan publik yang menjadi
rujukan dalam usulan pasal:
- Malaysia:
Government Procurement Regime
- Dokumen
resmi mengenai rezim pengadaan pemerintah Malaysia dapat diakses melalui
tautan berikut:
- Korea
Selatan: Act on Contracts to Which the State is a Party
- Teks
lengkap undang-undang ini tersedia di:
- Uni
Eropa: Directive 2014/24/EU on Public Procurement
- Direktif
ini dapat diakses melalui:
- Amerika
Serikat: Federal Acquisition Regulation (FAR)
- Regulasi
ini tersedia di situs resmi pemerintah AS:
- Kanada:
Integrity Framework
- Kerangka
integritas Kanada dapat ditemukan di:
- Brasil:
Lei No. 8.666/1993
- Teks
undang-undang ini dapat diakses melalui:
- Chile:
Ley de Compras Públicas (Ley 19.886)
- Undang-undang
ini tersedia di:
Tautan-tautan
di atas menyediakan akses langsung ke dokumen resmi yang mengatur pengadaan
publik di masing-masing negara, yang dapat dijadikan referensi dalam perumusan
pasal yang diusulkan.
Kutipan inspiratif
Sepuluh
kutipan inspiratif yang relevan dan mendukung usulan-usulan terkait reformasi
pengadaan publik:
- Transparansi dan
Akuntabilitas:
- "Transparansi
memungkinkan masyarakat dan pihak lain melihat dan mengakses informasi
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan mereka, melakukan pemantauan,
dan memeriksa kebijakan serta keputusan pemerintah."
- Inovasi dalam Sektor Publik:
- "Inovasi bukan hanya
tentang produk. Inovasi adalah tentang cara kita berpikir." — Steve Jobs
- Integritas dalam
Kepemimpinan:
- "Untuk mempertahankan
integritas dalam kepemimpinan, seorang pemimpin harus menerapkan
nilai-nilai seperti kejujuran, kemandirian, tanggung jawab, keberanian,
kesederhanaan, kepedulian, disiplin, keadilan, dan kerja keras."
- Pemerintahan yang Terbuka:
- "Transparansi dalam
proses pemerintahan mengurangi korupsi dan mempercepat proses
keputusan."
- Akuntabilitas dalam Pelayanan
Publik:
- "Akuntabilitas dan
transparansi birokrasi publik yang baik akan memperbaiki citra pemerintah
di mata masyarakatnya."
- Pentingnya Inovasi:
- "Inovasi adalah apa
yang membedakan pemimpin dari pengikut." — Steve Jobs
- Transparansi dalam Pengadaan
Publik:
- "Transparansi dan
akuntabilitas diperlukan agar pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah
dapat sesuai dengan kebutuhan di lapangan."
- Kepemimpinan Berintegritas:
- "Pemimpin yang
berintegritas menunjukkan visi, perilaku, dan tindakan sesuai dengan
nilai-nilai atau standar etika: jujur dan sepenuh hati menjalankan
pelayanan publik."
- Partisipasi Publik:
- "Melalui pemerintahan
yang transparan, masyarakat dapat memiliki peran yang lebih aktif dan
terlibat dalam pembangunan negara mereka."
- Efisiensi dalam Pemerintahan:
- "Pengukuran kinerja
memungkinkan publik untuk mengetahui bagaimana instansi publik
menggunakan sumber daya dan mencapai tujuannya, meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi."
Kutipan-kutipan
ini menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, inovasi, dan integritas
dalam reformasi pengadaan publik, sejalan dengan usulan-usulan yang diajukan.
Penutup Artikel
Sebagai
negara dengan dinamika pengadaan publik yang kompleks, Indonesia memiliki
potensi besar untuk memimpin dalam implementasi pengadaan yang modern,
berkelanjutan, dan akuntabel. Melalui usulan pasal-pasal yang dirancang
berdasarkan benchmark terbaik dari berbagai negara, kita dapat membangun sistem
pengadaan yang tidak hanya memperkuat transparansi, keberlanjutan, dan inovasi,
tetapi juga melindungi pelaku pengadaan dari kriminalisasi yang tidak
proporsional.
Reformasi
ini bukan sekadar memperbarui aturan, tetapi menciptakan sebuah kerangka kerja
yang mampu menjawab tantangan masa kini dan masa depan. Sistem pengadaan yang
ideal tidak hanya menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, tetapi juga
pendorong utama pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berkelanjutan.
Saya,
Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp., sebagai Pengelola Pengadaan Ahli Madya di BMKG
RI sekaligus praktisi dan fasilitator di bidang pengadaan barang/jasa, mengajak
para pemangku kepentingan untuk bersama-sama mendorong terwujudnya reformasi
ini. Mari kita tidak hanya menjadi pengamat tetapi juga pelaku perubahan,
karena masa depan pengadaan publik yang lebih baik ada di tangan kita semua.
Pengadaan
publik bukan sekadar proses administratif—ia adalah pondasi bagi pembangunan
bangsa.
Komentar
Posting Komentar