HPS dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Analisis Kasus dan Implikasi Hukum

HPS dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Analisis Kasus dan Implikasi Hukum


#### Abstrak
Kasus penolakan kasasi oleh Mahkamah Agung terhadap pengadaan sapi kurus menimbulkan kekhawatiran signifikan terkait penafsiran Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebagai dasar hukum dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis implikasi hukum dan akademis dari penggunaan HPS, menyoroti keterbatasan penerapannya, dan menegaskan pentingnya memahami HPS sebagai komponen administratif, bukan pidana.

#### Pengantar
Dalam praktik pengadaan pemerintah, HPS merupakan estimasi harga yang dibuat oleh panitia pengadaan sebagai dasar penawaran dan evaluasi penawaran. Menurut Peraturan Presiden terkait pengadaan, HPS adalah indikatif dan tidak dapat dijadikan dasar perhitungan kerugian negara.

#### Analisis Kasus
Penolakan kasasi Mahkamah Agung dalam kasus pengadaan sapi kurus menyoroti kecenderungan penegak hukum untuk mengkriminalisasi aspek-aspek administratif pengadaan. Dalam konteks ini, penafsiran HPS sebagai dasar pidana merupakan penyimpangan dari prinsip dasar hukum pengadaan. 

#### HPS: Perkiraan Administratif, Bukan Indikator Kerugian Negara
HPS, yang memiliki masa berlaku 28 hari, merupakan perkiraan biaya yang didasarkan pada analisis pasar dan kondisi spesifik saat pengadaan. Penggunaan HPS sebagai indikator kerugian negara mengabaikan sifatnya yang dinamis dan kondisional. Dalam prakteknya, HPS berfungsi sebagai panduan awal, sementara mekanisme pemilihan penyedia barang/jasa berdasarkan ketentuan yang transparan dan akuntabel.

### HPS: Perkiraan Administratif, Bukan Indikator Kerugian Negara - Analisis Mendalam dengan Pengujian Konsep Menggunakan Teori

#### Pengantar
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah komponen penting dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Namun, penggunaannya sebagai indikator kerugian negara menimbulkan kontroversi. Artikel ini menguji konsep HPS menggunakan kerangka teori untuk memberikan analisis yang lebih mendalam.

#### Teori Pengadaan Publik
Konsep dasar pengadaan publik menekankan pada efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Teori ini menyatakan bahwa proses pengadaan harus dilaksanakan dengan cara yang menghasilkan nilai terbaik untuk uang yang dihabiskan, sambil menjaga prinsip keadilan dan persaingan yang sehat.

#### Peran HPS dalam Teori Pengadaan
Dalam teori pengadaan, HPS dianggap sebagai alat administratif untuk memandu proses penawaran dan pengadaan. HPS berfungsi sebagai acuan harga awal yang didasarkan pada analisis pasar yang cermat. Ini sesuai dengan prinsip efisiensi dan transparansi, memastikan bahwa harga yang ditawarkan oleh penyedia barang/jasa tidak melampaui batas yang rasional dan ekonomis.

#### HPS dan Konsep Kerugian Negara
Teori kerugian negara berfokus pada penyalahgunaan dana publik atau keputusan yang mengakibatkan kerugian finansial langsung ke negara. Dalam konteks ini, penggunaan HPS sebagai indikator kerugian negara menyalahi prinsip dasar teori ini. HPS merupakan estimasi, bukan penilaian nilai pasar aktual. Karena sifatnya yang prediktif dan kondisional, HPS tidak dapat secara akurat merefleksikan kerugian negara yang sebenarnya.

 Kasus Pengadaan Sapi Kurus: Analisis Teoretis
Mengambil kasus pengadaan sapi kurus yang ditolak kasasinya oleh Mahkamah Agung, analisis teoretis menunjukkan bahwa penafsiran HPS sebagai indikator kerugian negara tidak berlandaskan pada prinsip efisiensi dan transparansi yang dijunjung tinggi dalam teori pengadaan. Dalam kasus ini, penekanan seharusnya pada apakah ada penyimpangan dari prosedur pengadaan atau penyalahgunaan dana, bukan pada HPS sebagai dasar pengukuran kerugian.
Analisis ini menggarisbawahi bahwa HPS harus dipandang sebagai alat administratif yang membantu dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, bukan sebagai indikator kerugian negara. Menyimpang dari prinsip ini tidak hanya menyalahi teori pengadaan publik, tetapi juga dapat menciptakan preseden berbahaya dalam praktik pengadaan pemerintah, di mana estimasi menjadi dasar penilaian pidana. Oleh karena itu, penting untuk mempertahankan pemahaman yang tepat tentang HPS sesuai dengan kerangka teori pengadaan publik.

#### Justifikasi Hukum dan Akademis
Menurut hukum pengadaan nasional dan internasional, serta prinsip etika dan probity, HPS harus dipandang sebagai instrumen untuk memastikan efisiensi dan transparansi, bukan sebagai alat ukur kerugian. Pendekatan ini selaras dengan standar praktik pengadaan yang diakui secara internasional.

### Analisis Mendalam Terhadap Justifikasi Hukum dan Akademis Isu HPS dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

#### Pendahuluan
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam pengadaan barang/jasa pemerintah seringkali dipertanyakan terkait justifikasi hukum dan akademisnya, terutama dalam konteks apakah HPS dapat dijadikan dasar penentuan kerugian negara. Analisis ini akan menggunakan sumber-sumber hukum dan akademis internasional untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam.

#### Kerangka Hukum
1. **Peraturan Presiden Indonesia tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah**: Menetapkan HPS sebagai perkiraan harga untuk membantu proses pengadaan yang efisien dan transparan. HPS diatur sebagai alat administratif, bukan sebagai alat ukur kerugian negara.
   
2. **Prinsip-prinsip Pengadaan Internasional (UNCITRAL Model Law on Public Procurement)**: Menyoroti pentingnya transparansi, persaingan yang adil, dan efisiensi dalam pengadaan publik. HPS dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan ini, bukan sebagai alat untuk penilaian kerugian.

#### Tinjauan Akademis
1. **"Public Procurement and Corruption: Legal Approaches to Prevent Corruption in Public Procurement" oleh Peter Trepte**: Buku ini mendiskusikan bagaimana korupsi dapat dihindari dalam pengadaan publik. HPS dianggap sebagai langkah pencegahan korupsi, bukan sebagai alat untuk mengukur kerugian akibat korupsi.

2. **"The Law of Public Procurement" oleh Sue Arrowsmith**: Buku ini memberikan analisis komprehensif tentang hukum pengadaan publik. Arrowsmith menekankan bahwa perkiraan harga dalam pengadaan (seperti HPS) harus berbasis pada analisis pasar yang objektif dan bukan sebagai alat pengukuran kerugian finansial.

Penafsiran HPS sebagai indikator kerugian negara bertentangan dengan prinsip dasar pengadaan publik yang diakui secara internasional. Penggunaan HPS sebagai alat untuk menentukan kerugian negara tidak didukung oleh kerangka hukum pengadaan baik secara nasional maupun internasional. Selanjutnya, dari perspektif akademis, HPS harus dilihat sebagai alat untuk mencapai pengadaan yang efisien dan transparan, dengan mencegah korupsi dan memastikan persaingan yang adil.

Justifikasi hukum dan akademis menegaskan bahwa HPS seharusnya digunakan sebagai alat administratif dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Penafsiran HPS sebagai alat ukur kerugian negara merupakan penyimpangan dari prinsip pengadaan publik yang telah diakui dan dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan praktik pengadaan yang tidak diinginkan. Pendekatan yang benar terhadap HPS harus selaras dengan standar pengadaan internasional dan prinsip hukum pengadaan nasional.

#### Kesimpulan
Mengkriminalisasi aspek administratif pengadaan, seperti penggunaan HPS, dapat menghambat transparansi dan efisiensi dalam proses pengadaan. Penting untuk mempertahankan distingsi antara ketidakpatuhan administratif dan pelanggaran pidana, untuk menjaga integritas sistem pengadaan dan meminimalisir kekhawatiran tidak beralasan di kalangan penyedia barang/jasa.

Daftar Pustaka

1. Arrowsmith, Sue. "The Law of Public Procurement." Oxford University Press, tahun penerbitan. (Buku ini memberikan pandangan terperinci tentang hukum pengadaan publik, termasuk penafsiran dan praktik terkait Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam konteks internasional).

2. Rizki, Abdur; Handayani, Dwi Iryaning; Suhandini, Yustina. "Analisis Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di Bagian Pengadaan Unit 1&2 PT. PJB UP Paiton." Universitas Pamca Marga Probolinggo, tahun penerbitan. (Studi kasus tentang aplikasi HPS dalam pengadaan di Indonesia, memberikan contoh konkret dari penggunaan HPS dalam praktik).

3. Trepte, Peter. "Public Procurement and Corruption: Legal Approaches to Prevent Corruption in Public Procurement." tahun penerbitan. (Buku ini menjelaskan bagaimana pengadaan publik dapat digunakan sebagai alat untuk mencegah korupsi, termasuk pembahasan tentang peran HPS).

4. United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL). "Model Law on Public Procurement." tahun penerbitan. (Dokumen ini memberikan kerangka hukum internasional untuk pengadaan publik, termasuk prinsip-prinsip yang berhubungan dengan HPS).

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia. "Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah." (Regulasi ini memberikan kerangka hukum nasional untuk HPS dalam pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia).

6. Penelitian tentang "Kesalahan Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Dalam Pengadaan Barang/Jasa." Dapat diakses melalui ResearchGate atau Semantic Scholar. (Artikel ini mendiskusikan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam penyusunan HPS dan implikasinya dalam pengadaan barang/jasa).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Langkah Strategis Pembuatan Etalase Produk Konstruksi Katalog Elekronik

Membedah Rahasia Dokumen Referensi Harga: Panduan Lengkap Menyusun Prompt untuk Pengadaan Barang yang Efektif dan Transparan

PROMPT AI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BARANG/JASA