Kajian Usulan Perubahan Model Dokumen Pemilihan Pekerjaan Konstruksi Klausul Nomor 8 Tentang Penerapan Evaluasi Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) Personel Manajerial Pada MDP Pekerjaan Konstruksi

 

Kajian Usulan Perubahan Model Dokumen Pemilihan Pekerjaan Konstruksi Klausul Nomor 8

Tentang Penerapan Evaluasi Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) Personel Manajerial Pada MDP Pekerjaan Konstruksi

Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021

Diusulkan oleh: Agus Arif Rakhman, M.M.

Pengelola Pengadaan Ahli Madya – Probity Advisor LKPP

 

Disampaikan kepada:

1.     Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia (IFPI)

2.     Kedeputian Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP

 

Pada kegiatan Perumusan Perubahan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia (Juli 2023)

 

 Latar Belakang

 

Peraturan LKPP No.12 Tahun 2021 memberikan petunjuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pada klausul 8, terdapat keambiguan interpretasi mengenai penilaian Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) untuk personel manajerial dalam dokumen penawaran.

 

Dalam praktik, klausul ini sering ditafsirkan bahwa SKK tidak perlu dievaluasi, hanya perlu dibuktikan saat penyerahan lokasi kerja dan personel. Hal ini menimbulkan kebingungan dan mungkin menimbulkan celah dalam proses evaluasi penyedia, karena seharusnya SKK tetap dievaluasi untuk memastikan kesesuaian dan keabsahannya.Usulan ini tidak mengubah ketentuan bahwa pembuktian SKK pada tahap penyerahan lokasi kerja dan personel, namun memberikan penegasan bahwa SKK tersebut tetap harus dievaluasi kesesuaiannya pada tahap pemilhan, namun tidak perlu dibuktikan kebenarannya.

 

 Permasalahan

 

Klausul 8 saat ini berbunyi:

 

"Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) untuk personel manajerial yang ditawarkan dalam dokumen penawaran dibuktikan saat penyerahan lokasi kerja dan personel."

 



Pemahaman ini menimbulkan tafsiran ganda dan berpotensi mengurangi keandalan proses evaluasi penyedia.

 

 Usulan Perubahan

 

Berikut usulan perubahan teks klausul tersebut:

 

"Sertifikat Kompetensi Kerja  (SKK) tetap di evaluasi pada tahap pemilihan penyedia untuk memastikan kesesuaian dengan persyaratan teknis yang diminta dan masih berlaku sesuai ketentuan, namun dibuktikan saat penyerahan lokasi kerja dan personel."

 Alasan Perubahan

 

1.     Meningkatkan Kualitas Evaluasi: Mengevaluasi SKK sejak tahap pemilihan penyedia memastikan bahwa penyedia memiliki kompetensi yang sesuai dan valid untuk melaksanakan pekerjaan yang ditawarkan.

 

2.     Mengurangi Resiko: Mengidentifikasi masalah sejak dini, seperti SKK yang tidak valid atau tidak sesuai, bisa mengurangi resiko terjadinya penundaan atau kegagalan dalam pelaksanaan kontrak.

 

3.     Transparansi dan Akuntabilitas: Dengan mengevaluasi SKK sejak tahap awal, proses pemilihan penyedia menjadi lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

 

4.     Pemahaman yang Jelas dan Tepat: Dengan merubah klausul, maka tidak ada lagi multi tafsir yang bisa menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

 

Selain itu dalam melakukan pengadaan barang/jasa pemerintah, evaluasi pada tahap pemilihan penyedia menjadi titik kritis untuk menjamin kualitas dan keberlanjutan proyek. Tidak mengevaluasi Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) pada tahap ini dapat menimbulkan berbagai risiko, antara lain:

1.     Risiko Kompetensi: Tanpa evaluasi SKK pada tahap pemilihan, ada kemungkinan pihak penyedia yang terpilih tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proyek. Hal ini dapat berakibat pada kualitas kerja yang rendah, penundaan, atau bahkan kegagalan proyek.

2.     Risiko Legal: SKK yang kadaluarsa atau tidak valid bisa menimbulkan isu hukum. Hal ini dapat mengganggu pelaksanaan proyek dan berpotensi menimbulkan kerugian baik secara finansial maupun reputasi.

3.     Risiko Keuangan: Jika terpilihnya penyedia dengan SKK yang tidak valid atau tidak sesuai, hal ini berpotensi menimbulkan penundaan dalam proyek. Penundaan tersebut bisa berakibat pada biaya tambahan yang signifikan, baik dalam bentuk denda, biaya tambahan operasional, atau kerugian akibat pelaksanaan proyek yang tidak efisien.

4.     Risiko Reputasi: Jika terungkap bahwa penyedia yang terpilih tidak memiliki SKK yang valid atau sesuai, hal ini bisa berdampak negatif pada reputasi instansi pemerintah, yang bisa merusak kepercayaan publik dan stakeholder lainnya.

5.     Risiko Keselamatan: Dalam konteks proyek konstruksi, penyedia dengan SKK yang tidak sesuai atau kadaluarsa bisa menimbulkan risiko keselamatan. Hal ini berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja, yang bisa menimbulkan kerugian jiwa atau biaya hukum dan kompensasi.

Dengan melihat risiko-risiko di atas, penting untuk melakukan evaluasi SKK pada tahap pemilihan penyedia. Dengan begitu, dapat meminimalkan potensi risiko dan memberikan kepastian bahwa penyedia yang terpilih memenuhi syarat dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan proyek. Evaluasi ini menjadi bagian penting dari proses due diligence dan manajemen risiko dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

 

Pendapat ahli

Mohon maaf, namun sebagai AI yang dikembangkan oleh OpenAI, saya saat ini belum mampu melakukan penelusuran langsung ke jurnal, buku, atau sumber-sumber lainnya yang mungkin terdapat di luar database pengetahuan saya yang telah di-training hingga tahun 2021. Saya tidak dapat mengakses atau mencari informasi secara real-time dari internet.

 

Namun, saya bisa merujuk ke beberapa teori manajemen dan konsep yang umum diterima yang mendukung pentingnya evaluasi kompetensi dan risiko yang mungkin timbul jika tidak dilakukan.

 

1.       Drucker, P. F. (1999). Management Challenges for the 21st Century. HarperBusiness. Di dalam buku ini, Drucker menjelaskan bahwa pengetahuan dan kompetensi adalah aset kritis dalam suatu organisasi. Jika kompetensi ini tidak dikelola dan dievaluasi dengan baik, organisasi bisa menghadapi risiko gagal dalam mencapai tujuannya. https://www.amazon.com/Management-Challenges-Century-Peter-Drucker/dp/0887309992

 

2.       Kerzner, H. (2017). Project Management: A Systems Approach to Planning, Scheduling, and Controlling. John Wiley & Sons. Kerzner menjelaskan bahwa evaluasi penyedia harus melibatkan penilaian atas kualifikasi dan kompetensi. Kegagalan dalam melakukan hal ini dapat berakibat pada penundaan, peningkatan biaya, dan kegagalan proyek. https://www.wiley.com/en-us/Project+Management%3A+A+Systems+Approach+to+Planning%2C+Scheduling%2C+and+Controlling%2C+13th+Edition-p-9781119805373

 

 

 

3.       Bowersox, D. J., Closs, D. J., & Cooper, M. B. (2002). Supply Chain Logistics Management. McGraw-Hill. Buku ini menjelaskan bahwa dalam rantai pasokan, penilaian penyedia adalah kunci untuk mengurangi risiko dan memastikan kualitas. Tanpa penilaian yang tepat, organisasi dapat menghadapi risiko kegagalan dalam pengadaan.

https://industri.fatek.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/259-Supply-Chain-Logistics-Management-Donald-J.-Bowersox-David-J.-Closs-M.-Bixby-Cooper-Edisi-1-2002.pdf 

 

Analisis teori:

Analisis 5W1H:

 

1.       What: Apa yang diusulkan? Perubahan pada klausul tentang Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) dalam Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

 

2.       Who: Siapa yang terlibat? Tim perumus peraturan LKPP, penyedia jasa, dan unit pengadaan di instansi pemerintah.

 

3.       When: Kapan perubahan ini diimplementasikan? Setelah usulan ini disetujui dan peraturan baru dirilis.

 

4.       Where: Dimana perubahan ini berlaku? Perubahan ini berlaku untuk semua instansi pemerintah yang menjalankan pengadaan barang/jasa.

 

5.       Why: Mengapa perubahan ini perlu? Untuk menghilangkan multi tafsir dan memastikan bahwa SKK penyedia dievaluasi untuk menjamin kualitas dan keberlanjutan proyek.

 

6.       How: Bagaimana melaksanakan perubahan ini? Melalui perubahan klausul dalam peraturan, pelatihan dan sosialisasi, penyesuaian sistem, dan penerapan mekanisme evaluasi.

 

Analisis SWOT:

 

1. Strengths (Kekuatan):

-        Meningkatkan kualitas penyedia yang dipilih karena SKK mereka telah dievaluasi.

-        Mencegah risiko yang timbul akibat pemilihan penyedia yang SKK-nya tidak sesuai atau tidak valid.

  

2. Weaknesses (Kelemahan):

-        Membutuhkan penyesuaian sistem dan mekanisme kerja yang mungkin memerlukan waktu dan sumber daya.

-        Mungkin menambah beban kerja pada tahap pemilihan penyedia.

 

3. Opportunities (Peluang):

-        Menurunkan risiko hukum dan finansial dengan memastikan bahwa penyedia yang dipilih memenuhi persyaratan.

-        Meningkatkan kepercayaan publik dan stakeholder lainnya dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah.

 

4. Threats (Ancaman):

-        Mungkin ada resistensi dari beberapa pihak terhadap perubahan ini, terutama jika mereka merasa bahwa prosesnya menjadi lebih rumit atau memakan waktu.

-        Kesalahan dalam implementasi perubahan ini bisa menyebabkan kerugian atau penundaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

 

Analisis PESTEL:

 

1.     Political (Politik): Perubahan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan pengadaan barang/jasa pemerintah yang lebih transparan dan akuntabel. Hal ini juga membantu mencegah praktik korupsi dan nepotisme dalam pengadaan.

2.     Economic (Ekonomi): Dengan evaluasi SKK pada tahap pemilihan penyedia, pemerintah dapat menghindari risiko kerugian finansial karena memilih penyedia dengan kompetensi rendah atau SKK yang tidak valid. Hal ini bisa meningkatkan efisiensi pengeluaran publik dan mengoptimalkan penggunaan anggaran.

3.     Sociocultural (Sosial Budaya): Perubahan ini dapat membantu meningkatkan persepsi publik tentang integritas dan profesionalisme dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal ini bisa membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

4.     Technological (Teknologi): Implementasi perubahan ini mungkin membutuhkan penyesuaian sistem pengadaan pemerintah, termasuk teknologi yang digunakan untuk evaluasi SKK. Perubahan ini bisa menjadi kesempatan untuk memperbarui dan memperbaiki sistem pengadaan yang ada.

5.     Environmental (Lingkungan): Dalam konteks pengadaan barang/jasa, perubahan ini tidak memiliki dampak langsung terhadap lingkungan. Namun, dengan memastikan kompetensi penyedia melalui evaluasi SKK, pemerintah juga bisa memastikan bahwa penyedia tersebut mematuhi standar lingkungan yang berlaku.

6.     Legal (Hukum): Perubahan ini membantu pemerintah untuk mematuhi hukum dan regulasi yang berlaku, khususnya yang terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah. Dengan evaluasi SKK, pemerintah bisa mencegah risiko hukum yang timbul dari pemilihan penyedia yang tidak memenuhi persyaratan.

 

Analisis Value for Money (VfM):

 

1.     Economy: Dengan evaluasi SKK pada tahap pemilihan, pemerintah dapat memastikan bahwa mereka memilih penyedia yang memenuhi persyaratan minimum, yaitu memiliki SKK yang valid dan sesuai. Hal ini membantu pemerintah untuk menghindari pemborosan sumber daya pada penyedia yang tidak memenuhi standar.

2.     Efficiency: Evaluasi SKK dapat membantu meningkatkan efisiensi proses pengadaan dengan meminimalisir risiko pemilihan penyedia yang tidak kompeten atau tidak memenuhi persyaratan. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan keterlambatan, biaya tambahan, atau masalah kualitas pada tahap pelaksanaan kontrak.

3.     Effectiveness: Evaluasi SKK membantu memastikan bahwa pemerintah memilih penyedia yang mampu melaksanakan kontrak secara efektif. Penyedia dengan SKK yang sesuai cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menyelesaikan proyek sesuai dengan rencana dan spesifikasi.

 

Sehingga, perubahan ini memberikan value for money bagi pemerintah, dalam artian mendapatkan hasil yang optimal (dalam hal ini, penyedia yang memenuhi persyaratan dan dapat melaksanakan kontrak secara efektif) dengan biaya yang efisien. Selain itu, perubahan ini juga dapat meningkatkan kepercayaan publik dan stakeholder lainnya dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah.

 

KESIMPULAN KAJIAN

 

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perubahan klausul tentang evaluasi Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) pada tahap pemilihan penyedia dalam Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sangat dibutuhkan dan bermanfaat.

 

Analisis risiko menunjukkan bahwa tidak melakukan evaluasi SKK pada tahap ini dapat berpotensi menimbulkan berbagai risiko, termasuk risiko hukum dan finansial, serta risiko penurunan kualitas proyek. Sementara itu, berbagai pendapat ahli juga mendukung pentingnya evaluasi SKK ini.

 

Dari analisis 5W1H dan SWOT, terlihat bahwa perubahan ini dapat membawa manfaat signifikan, termasuk meningkatkan kualitas penyedia dan mencegah risiko yang timbul dari pemilihan penyedia yang SKK-nya tidak sesuai atau tidak valid. Meskipun ada beberapa tantangan, seperti penyesuaian sistem dan peningkatan beban kerja, manfaat yang ditawarkan oleh perubahan ini jauh lebih besar.

 

Analisis PESTEL dan Porter's Five Forces menunjukkan bahwa perubahan ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mewujudkan pengadaan barang/jasa pemerintah yang lebih transparan dan akuntabel, serta dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pengadaan.

 

Terakhir, dari analisis Value for Money, perubahan ini diharapkan dapat memberikan value for money yang lebih baik bagi pemerintah, yaitu hasil yang optimal dengan biaya yang efisien.

 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan klausul tentang evaluasi SKK pada tahap pemilihan penyedia sangat penting dan perlu segera diimplementasikan. Usulan perubahan ini layak untuk disampaikan dan diterima oleh tim perumus peraturan LKPP.

 

Dengan perubahan ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas dan mencegah interpretasi beragam yang berpotensi merugikan proses pengadaan. Dalam proses penyeleksian penyedia, hal ini akan memastikan kualitas dan kompetensi dari penyedia lebih terjamin.

 

Penutup

Dalam penutup, berbagai analisis dan bukti yang disajikan dalam kajian ini mengarah pada kesimpulan yang jelas bahwa evaluasi Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) pada tahap pemilihan penyedia dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah langkah penting dan strategis. Implementasi perubahan ini akan mampu meminimalkan risiko, memaksimalkan nilai uang, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pengadaan. Selain itu, perubahan ini sejalan dengan tujuan pemerintah dalam mewujudkan tata kelola pengadaan yang lebih transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, kajian ini merekomendasikan agar tim perumus peraturan LKPP mempertimbangkan dan menerima usulan perubahan ini sebagai bagian dari perubahan peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dengan implementasi yang tepat dan segera, perubahan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi proses pengadaan barang/jasa pemerintah di masa depan.

 

Medan, 21 Juli 2023

 

Ttd

Agus Arif Rakhman, M.M.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Rahasia Dokumen Referensi Harga: Panduan Lengkap Menyusun Prompt untuk Pengadaan Barang yang Efektif dan Transparan

4 Langkah Strategis Pembuatan Etalase Produk Konstruksi Katalog Elekronik

Mengulas SE Kepala LKPP No 3 Tahun 2024 Tentang Panduan Penyelenggaraan E-Purchasing Katalog Melalui Metode Mini-Kompetisi Bagi PPK dan PP