Kajian Penghapusan Klausul Penyedia Baru Dengan Kualifikasi Usaha Kecil Khusus Untuk Jenis Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya Pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021

 

Kajian Penghapusan Klausul Penyedia Baru Dengan Kualifikasi Usaha Kecil Khusus Untuk Jenis Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya Pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021

 

Diusulkan oleh: Agus Arif Rakhman, M.M.

Pengelola Pengadaan Ahli Madya – Probity Advisor LKPP

 

Disampaikan kepada:

1.     Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia (IFPI)

2.     Kedeputian Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP

 

Pada kegiatan Perumusan Perubahan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia (Juli 2023)

 

Kajian Penghapusan Klausul Penyedia Baru Dengan Kualifikasi Usaha Kecil Pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 Untuk Persyaratan Kualifikasi Teknis Penyedia Jenis Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya

 

 Latar Belakang

 

Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 memberikan kemudahan kepada penyedia baru dengan kualifikasi usaha kecil yang baru berdiri kurang dari tiga tahun dan belum memiliki pengalaman untuk ikut serta dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal ini dilakukan dengan memberikan pengecualian dari ketentuan persyaratan pengalaman menyediakan barang untuk paket pengadaan dengan nilai sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00. Tujuan dari klausul ini adalah untuk memberikan peluang yang lebih luas bagi UMKM baru dalam berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah.

 

Namun, setelah dilakukan kajian lebih lanjut, pengecualian ini dinilai berpotensi menimbulkan masalah, terutama pada pengadaan barang dan jasa lainnya. Permasalahan utama adalah berkurangnya value for money dan potensi munculnya penyedia "makelar" dan penyedia fiktif.

 

 Alasan Penghapusan

 

1.     Kurangnya Value for Money: Tanpa adanya persyaratan pengalaman, penyedia yang baru berdiri dan belum memiliki rekam jejak dapat menyediakan barang atau jasa dengan kualitas yang tidak sesuai dengan harapan. Ini berpotensi merugikan pemerintah dan masyarakat karena dapat menghasilkan barang atau jasa yang kurang berkualitas atau tidak efisien.

 

2.     Potensi Penyedia "Makelar" dan Penyedia Fiktif: Pengecualian ini juga membuka peluang bagi munculnya penyedia "makelar" atau penyedia fiktif yang hanya berperan sebagai perantara antara pemerintah dan penyedia barang atau jasa sebenarnya. Hal ini dapat merusak sistem pengadaan pemerintah dan mengurangi transparansi serta akuntabilitas.

 

3.     Risiko Penyalahgunaan Kebijakan: Penyedia dapat menyalahgunakan kebijakan ini dengan membentuk entitas usaha baru untuk memanfaatkan pengecualian ini. Hal ini dapat merusak integritas dan kredibilitas sistem pengadaan pemerintah.

 

4.     Konsep Pembelajaran Organisasi: Organisasi yang baru saja berdiri biasanya memerlukan waktu untuk belajar dan mengasah kemampuan mereka. Dalam konteks penyediaan barang dan jasa, pembelajaran ini mencakup pemahaman terhadap spesifikasi produk, manajemen rantai pasokan, manajemen kualitas, dan sebagainya. Penyedia yang belum memiliki pengalaman cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi dalam hal ini (Argote, L. (2013). Organizational learning: Creating, retaining and transferring knowledge. Springer Science & Business Media).

 

5.     Kapabilitas Organisasi dan Keberlanjutan Usaha: Perusahaan yang baru berdiri biasanya masih dalam tahap pengembangan kapabilitas organisasinya, dan belum tentu memiliki kestabilan dan keberlanjutan usaha yang cukup untuk dapat dipercaya menyediakan barang dan jasa dalam jangka panjang (Barney, J. (1991). Firm resources and sustained competitive advantage. Journal of management, 17(1), 99-120).

 

6.     Risiko Principal-Agent dan Masalah Asimetri Informasi: Dalam teori ekonomi, principal-agent problem dan asimetri informasi adalah dua konsep yang sering menjadi masalah dalam transaksi bisnis, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Principal-agent problem menjelaskan bagaimana penyedia (agent) mungkin tidak bertindak sejalan dengan kepentingan pemerintah (principal) jika tidak ada kontrol yang cukup. Sementara itu, asimetri informasi menjelaskan bagaimana penyedia mungkin memiliki lebih banyak informasi tentang kualitas produk atau jasa mereka dibandingkan dengan pemerintah. Kedua masalah ini menjadi lebih besar jika penyedia tidak memiliki rekam jejak atau pengalaman (Eisenhardt, K. M. (1989). Agency theory: An assessment and review. Academy of management review, 14(1), 57-74; Akerlof, G. A. (1970). The market for "lemons": Quality uncertainty and the market mechanism. The quarterly journal of economics, 488-500).

 

Mengapa Hanya Untuk Jenis Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya saja, tidak untuk Pekerjaan Konstruksi sekalian?

Karena Pekerjaan konstruksi memiliki karakteristik yang berbeda dari pengadaan barang dan jasa lainnya, yang mungkin menjadikan klausul ini masih relevan. Berikut beberapa alasan:

 

1.     Pentingnya Pengalaman Praktis: Dalam pengadaan barang dan jasa lainnya, perusahaan baru seringkali dapat memperoleh barang atau melaksanakan jasa secara cepat dengan sedikit pembelajaran. Sebaliknya, pekerjaan konstruksi seringkali memerlukan pengalaman praktis dan pengetahuan teknis yang cukup dalam untuk menghindari masalah atau kegagalan dalam proyek. Membuka peluang bagi perusahaan baru di sektor konstruksi dapat memberikan mereka kesempatan untuk memperoleh pengalaman ini.

 

2.     Kualifikasi Teknis dan Keamanan: Dalam pekerjaan konstruksi, ada risiko keamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengadaan barang dan jasa lainnya. Oleh karena itu, peraturan yang membatasi partisipasi perusahaan baru yang belum berpengalaman mungkin diperlukan untuk memastikan kualitas dan keamanan proyek konstruksi.

 

3.     Kapasitas Infrastruktur: Dalam konteks pekerjaan konstruksi, perusahaan konstruksi baru dapat memberikan kontribusi penting dalam pengembangan infrastruktur lokal, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki perusahaan konstruksi yang berpengalaman.

 

Meski demikian, perlu juga ada pengawasan yang ketat dan dukungan untuk perusahaan konstruksi baru ini, seperti pelatihan dan bantuan teknis, untuk memastikan bahwa mereka dapat melakukan pekerjaan konstruksi dengan aman dan efektif.


 

 

Analisis Teori Akademis

 

Analisis 5W1H

 

1.      Who (Siapa): Kebijakan ini berdampak pada pemerintah sebagai entitas pengadaan dan penyedia baru dengan kualifikasi usaha kecil yang belum memiliki pengalaman.

 

2.      What (Apa): Ini adalah pengecualian persyaratan pengalaman untuk penyedia baru dalam pengadaan barang dan jasa lainnya.

 

3.      Where (Dimana): Kebijakan ini berlaku pada semua pengadaan pemerintah yang berada di bawah Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021.

 

4.      When (Kapan): Kebijakan ini berlaku sejak diterbitkannya Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 dan berpotensi mempengaruhi semua proses pengadaan yang berlaku setelahnya.

 

5.      Why (Mengapa): Kebijakan ini dirancang untuk memberikan peluang lebih luas kepada UMKM baru untuk berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah. Namun, alasan-alasan yang disebutkan sebelumnya menunjukkan bahwa kebijakan ini berpotensi membawa dampak negatif.

 

6.      How (Bagaimana): Melalui penghapusan klausul ini, peraturan pengadaan barang dan jasa lainnya akan kembali memerlukan penyedia untuk memiliki pengalaman sebelumnya, sehingga dapat mengurangi risiko negatif.

 

Analisis SWOT

 

1.     Strengths (Kekuatan): Penghapusan klausul ini akan membantu meningkatkan kualitas dan efisiensi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal ini juga akan membantu meminimalkan risiko penyalahgunaan kebijakan dan memastikan bahwa hanya penyedia yang memiliki rekam jejak dan pengalaman yang dapat berpartisipasi dalam pengadaan.

 

2.     Weaknesses (Kelemahan): Penghapusan klausul ini dapat membuat sulit bagi UMKM baru untuk berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah. Hal ini dapat menimbulkan kritik dan mungkin memerlukan upaya tambahan untuk mendukung UMKM baru.

 

3.     Opportunities (Peluang): Penghapusan klausul ini dapat memotivasi UMKM baru untuk berinvestasi dalam pengembangan kemampuan mereka dan meningkatkan kualitas produk atau jasa mereka sebelum berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah. Hal ini dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas UMKM secara keseluruhan.

 

4.     Threats (Ancaman): Penghapusan klausul ini dapat menimbulkan reaksi negatif dari komunitas UMKM dan mungkin akan membutuhkan upaya komunikasi dan sosialisasi yang ekstra untuk menjelaskan alasan penghapusan dan alternatif pendukung yang disediakan pemerintah bagi UMKM baru.

 

 

Analisis PESTEL

 

1.     Political (Politik): Penghapusan klausul ini mungkin memerlukan persetujuan dan dukungan dari pemangku kepentingan politik, khususnya mereka yang peduli tentang perkembangan UMKM.

 

2.     Economic (Ekonomi): Penghapusan klausul ini dapat berdampak pada dinamika ekonomi UMKM, terutama bagi mereka yang baru memulai dan berharap mendapatkan kontrak pemerintah.

 

3.     Sociocultural (Sosial Budaya): Mungkin ada tekanan sosial dan budaya untuk mempertahankan klausul ini sebagai upaya untuk mendukung UMKM lokal.

 

4.     Technological (Teknologi): Teknologi tidak berdampak langsung pada penghapusan klausul ini.

 

5.     Environmental (Lingkungan): Lingkungan tidak berdampak langsung pada penghapusan klausul ini.

 

6.     Legal (Hukum): Penghapusan klausul ini akan memerlukan perubahan pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 dan proses hukum terkait.

 

Analisis Porter's Five Forces

 

1.     Threat of New Entrants (Ancaman dari Penyedia Baru): Dengan penghapusan klausul ini, ancaman dari penyedia baru mungkin berkurang karena mereka perlu memperoleh pengalaman sebelum dapat berpartisipasi dalam pengadaan pemerintah.

 

2.     Bargaining Power of Suppliers (Daya Tawar Penyedia): Penyedia dengan pengalaman mungkin memiliki daya tawar yang lebih kuat jika klausul ini dihapus karena mereka memiliki lebih sedikit pesaing.

 

3.     Bargaining Power of Buyers (Daya Tawar Pemerintah): Pemerintah sebagai pembeli dapat memiliki lebih banyak pilihan penyedia berkualitas jika klausul ini dihapus.

 

4.     Threat of Substitute Products or Services (Ancaman Produk atau Layanan Pengganti): Dalam konteks ini, analisis ini tidak sepenuhnya relevan karena pengadaan pemerintah biasanya spesifik dan tidak mudah digantikan.

 

5.     Competitive Rivalry (Persaingan Antara Penyedia yang Sudah Ada): Penghapusan klausul ini mungkin meningkatkan persaingan antara penyedia yang sudah memiliki pengalaman karena mereka tidak perlu bersaing dengan penyedia baru yang belum berpengalaman.

 

Analisis RCA (Root Cause Analysis)

 

1.         Identifikasi Masalah: Terdapat potensi penyalahgunaan klausul yang membolehkan penyedia baru dengan kualifikasi usaha kecil dan belum memiliki pengalaman untuk berpartisipasi dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah dengan nilai sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00.

 

2.         Temukan Penyebab Permasalahan: Penyebab utama masalah ini adalah ketentuan yang memberikan pengecualian kepada penyedia baru yang belum berpengalaman untuk ikut serta dalam pengadaan. Ini memungkinkan kemungkinan penyedia "makelar" dan penyedia fiktif yang setelah mendapatkan proyek, baru mencari dan membeli ke penyedia barang yang sebenarnya.

 

3.         Tanyakan "Mengapa?" sampai menemukan Akar Penyebab:

 

·       Mengapa peraturan ini ada? Peraturan ini ada untuk memberikan kesempatan lebih luas kepada UMKM baru dalam proses pengadaan pemerintah.

 

·       Mengapa UMKM baru diberikan kesempatan tanpa pengalaman? Mungkin untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan UMKM baru.

 

·       Mengapa ada potensi penyalahgunaan? Karena dengan pengecualian ini, penyedia yang tidak memenuhi standar atau persyaratan dapat berpartisipasi dalam proses pengadaan, yang pada gilirannya dapat menurunkan kualitas pengadaan dan menimbulkan potensi kerugian finansial.

 

·       Akar Masalah: Peraturan yang memungkinkan penyedia baru tanpa pengalaman berpartisipasi dalam proses pengadaan dapat menurunkan kualitas dan efektivitas pengadaan dan berpotensi membuka ruang untuk penyalahgunaan.

 

Setelah melakukan analisis RCA, kita dapat melihat bahwa akar masalahnya adalah peraturan yang memungkinkan penyedia baru tanpa pengalaman untuk berpartisipasi dalam proses pengadaan. Solusi yang mungkin adalah mengubah peraturan ini sehingga pengalaman menjadi faktor penting dalam proses pengadaan, yang akan membantu meningkatkan kualitas dan efektivitas pengadaan.

 

Analisis MCDA (Multi Criteria Decision Analysis)

 

MCDA adalah metode yang digunakan untuk menentukan solusi optimal berdasarkan sejumlah kriteria. Untuk melakukan simulasi ini, kita harus menentukan beberapa alternatif dan kriteria. Dalam konteks ini, alternatifnya bisa berupa "Menghapus klausul", "Mempertahankan klausul", atau "Memodifikasi klausul". Kriteria yang bisa kita gunakan meliputi "Efisiensi pengadaan", "Peluang untuk UMKM baru", dan "Risiko penyalahgunaan".

 

Untuk melakukan simulasi, kita perlu menetapkan bobot untuk setiap kriteria berdasarkan prioritas kita, lalu memberikan skor untuk setiap alternatif berdasarkan sejauh mana mereka memenuhi setiap kriteria. Dengan menghitung total skor yang diponderasi, kita bisa menentukan alternatif mana yang paling optimal.

 

Misalnya, jika kita menetapkan bobot 50% untuk "Efisiensi pengadaan", 30% untuk "Peluang untuk UMKM baru", dan 20% untuk "Risiko penyalahgunaan", dan kita menilai bahwa "Menghapus klausul" memiliki skor tinggi dalam efisiensi pengadaan dan risiko penyalahgunaan, namun rendah dalam memberikan peluang untuk UMKM baru, sementara "Mempertahankan klausul" memiliki skor tinggi dalam memberikan peluang untuk UMKM baru, namun rendah dalam efisiensi pengadaan dan risiko penyalahgunaan, kita bisa menghitung total skor yang diponderasi dan membandingkannya untuk menentukan alternatif mana yang paling optimal.

 

Analisis Value for Money (VfM)

Analisis Value for Money (VfM) adalah alat penting untuk memastikan bahwa dana yang diinvestasikan dalam suatu proyek atau inisiatif memberikan nilai terbaik bagi investasi tersebut. Prinsip utama dari analisis ini melibatkan evaluasi tiga elemen utama: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.

 

Berikut analisis VfM dalam konteks klausul ini:

 

1.      Ekonomi: Ini merujuk pada biaya pengadaan barang atau jasa. Dengan membiarkan penyedia baru yang belum berpengalaman berpartisipasi dalam pengadaan, mungkin ada risiko bahwa biaya pengadaan bisa menjadi lebih tinggi daripada seharusnya. Penyedia barang yang berpengalaman biasanya memiliki jaringan pasokan yang lebih baik dan bisa mendapatkan barang dengan harga yang lebih kompetitif. Jadi, dengan membatasi partisipasi mereka, pemerintah bisa kehilangan kesempatan untuk meminimalkan biaya pengadaan.

 

2.      Efisiensi: Efisiensi merujuk pada bagaimana barang atau jasa dibeli. Jika penyedia baru yang belum berpengalaman berpartisipasi dalam proses pengadaan, bisa jadi ada penundaan dan hambatan dalam proses pengadaan, karena mereka mungkin tidak terlalu paham dengan prosedur dan persyaratan pengadaan. Ini bisa mengakibatkan pemborosan waktu dan sumber daya, yang pada akhirnya menurunkan efisiensi pengadaan.

 

3.      Efektivitas: Efektivitas merujuk pada sejauh mana hasil yang diharapkan dari pengadaan barang atau jasa tercapai. Dalam hal ini, jika penyedia barang yang tidak berpengalaman berpartisipasi dalam pengadaan, ada risiko bahwa kualitas barang yang diberikan mungkin tidak sesuai dengan standar atau spesifikasi yang diharapkan. Ini bisa berdampak pada efektivitas pengadaan dan pada akhirnya bisa mempengaruhi layanan publik yang terkait dengan barang atau jasa tersebut.

 

Dari analisis VfM ini, tampak bahwa membiarkan penyedia baru yang belum berpengalaman berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa lainnya bisa mengurangi nilai dari pengadaan tersebut. Oleh karena itu, usulan untuk menghapus klausul ini mungkin dapat meningkatkan VfM dari pengadaan pemerintah.

 

Pendapat ahli

 

Dalam buku "Public Procurement Regulation in Africa" oleh Geo Quinot dan Sue Arrowsmith, penulis mengemukakan bahwa mempertimbangkan kemampuan teknis dan finansial penyedia adalah aspek penting dalam proses pengadaan publik untuk memastikan pengadaan yang sukses.

 

Sementara itu, dalam buku "Small Business Management" oleh Justin G. Longenecker, para penulis menegaskan bahwa pengalaman dan kemampuan teknis merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap keberhasilan bisnis kecil.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, berikut ini adalah poin-poin penting kesimpulan:

 

1.     Analisis SWOT: Klausul tersebut menciptakan peluang bagi UMKM baru, namun juga membuka celah bagi penyalahgunaan dan dapat menurunkan efisiensi dan efektivitas pengadaan.

 

2.     Analisis PESTEL: Dari perspektif hukum dan sosial, klausul ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan UMKM. Namun, secara ekonomis, ada risiko penurunan efisiensi dan efektivitas pengadaan.

 

3.     Analisis Porter's Five Forces: Klausul ini dapat meningkatkan persaingan di antara penyedia, namun juga bisa mengakibatkan penurunan kualitas pengadaan karena adanya penyedia yang belum berpengalaman.

 

4.     Analisis RCA: Akar masalahnya adalah adanya pengecualian dalam peraturan yang memungkinkan penyedia baru tanpa pengalaman berpartisipasi dalam pengadaan, yang pada gilirannya membuka peluang untuk penyalahgunaan dan menurunkan efisiensi dan efektivitas pengadaan.

 

5.     Analisis MCDA: Menghapus klausul ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan, meskipun mungkin menurunkan peluang untuk UMKM baru.

 

6.     Analisis VfM: Membiarkan penyedia baru yang belum berpengalaman berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa lainnya bisa mengurangi nilai dari pengadaan tersebut.

 

Berdasarkan kesimpulan di atas, tampak bahwa klausul ini memiliki potensi untuk menimbulkan lebih banyak kerugian dibandingkan manfaat, terutama dalam hal efisiensi, efektivitas, dan value for money dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Oleh karena itu, usulan untuk menghapus klausul ini tampaknya berdasar dan perlu dipertimbangkan lebih lanjut.

 

Penutup

Dalam penutupan, hasil kajian ini mendukung usulan penghapusan klausul yang memungkinkan penyedia baru yang belum berpengalaman berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa lainnya. Meskipun klausul ini memiliki tujuan yang mulia untuk mendukung UMKM baru, analisis menunjukkan bahwa potensi kerugiannya tampaknya lebih besar dibandingkan manfaatnya. Klausul ini membuka peluang penyalahgunaan, dapat menurunkan efisiensi dan efektivitas pengadaan, dan pada akhirnya bisa mengurangi nilai dari pengadaan tersebut.

 

Dalam konteks ini, peningkatan kapasitas dan pengalaman seharusnya menjadi fokus utama dalam mendukung UMKM, bukan melalui pengecualian dalam persyaratan pengadaan. Oleh karena itu, penghapusan klausul ini tampaknya perlu dipertimbangkan, namun dengan pemantauan yang ketat terhadap dampak potensial terhadap UMKM baru.

 

Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya dampak dari penghapusan klausul ini dan untuk menentukan strategi terbaik dalam mendukung UMKM baru di Indonesia. Keputusan akhir harus dibuat berdasarkan keseimbangan antara memastikan efisiensi dan efektivitas pengadaan, dan mendukung pertumbuhan dan pengembangan UMKM.

 

Daftar pustaka

 

Arrowsmith, S., & Quinot, G. (2013). Public Procurement Regulation in Africa. Cambridge University Press.

Porter, M. E. (2008). The Five Competitive Forces That Shape Strategy. Harvard Business Review.

Longenecker, J. G., Petty, J. W., Palich, L. E., & Hoy, F. (2017). Small Business Management. Cengage Learning.

Jobst, W. (2016). Implementing the Three Value Dimensions of Sustainable Procurement. Sustainable Procurement in the United Nations.

Hillson, D. (2004). Effective Opportunity Management for Projects. Marcel Dekker Inc.

Mutikani, L. K. (2016). A SWOT Analysis of the Public Procurement Act and its Effect on Service Delivery in Zimbabwe. International Journal of Science and Research.

Cagnina, M. R., & Andriolo, A. (2009). Strategic business management: A guide to applied strategic thinking and decision-making. University of Torino.

 

 

Medan, 21 Juli 2023

 

Ttd

 

Agus Arif Rakhman, M.M.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Rahasia Dokumen Referensi Harga: Panduan Lengkap Menyusun Prompt untuk Pengadaan Barang yang Efektif dan Transparan

4 Langkah Strategis Pembuatan Etalase Produk Konstruksi Katalog Elekronik

Mengulas SE Kepala LKPP No 3 Tahun 2024 Tentang Panduan Penyelenggaraan E-Purchasing Katalog Melalui Metode Mini-Kompetisi Bagi PPK dan PP