AI dan Hak Cipta: Siapa Pemilik Hasil Karya yang Dihasilkan Mesin?


"AI dan Hak Cipta: Siapa Pemilik Hasil Karya yang Dihasilkan Mesin?"

Penulis Agus Arif Rakhman M.M CPSp 


Pendahuluan: AI—Alat atau Pencipta?

Dalam era digital yang terus berkembang, kecerdasan buatan (AI) semakin sering digunakan untuk menghasilkan berbagai bentuk karya kreatif, mulai dari teks, gambar, musik, hingga desain kompleks. Namun, muncul satu pertanyaan penting: siapakah pemilik sah dari hasil karya yang dihasilkan AI? Apakah AI bisa dianggap sebagai pencipta, ataukah manusia yang menggunakan AI tetap memegang hak cipta atas karya tersebut?

Dalam ranah hukum hak cipta, pertanyaan ini menjadi semakin kompleks, mengingat AI hanyalah sebuah alat, tetapi memiliki kapabilitas yang semakin mendekati kreativitas manusia. Untuk memahami isu ini, kita perlu menelaah aspek hukum, analogi kepemilikan, dan implikasi terhadap industri kreatif serta kebijakan di Indonesia dan dunia.


---

AI Hanya Alat, Bukan Pencipta: Sebuah Analogi

Bayangkan Anda seorang pelukis yang menggunakan kuas dan cat untuk menciptakan sebuah lukisan masterpiece. Kuas dan cat tidak memiliki hak cipta atas lukisan itu—hanya Anda yang dianggap sebagai penciptanya. Begitu pula dengan AI; ia hanyalah alat bantu, sama seperti kuas dalam dunia seni.

Namun, bagaimana jika kuas itu dapat secara otomatis mencampurkan warna, mengatur komposisi, dan bahkan membuat sapuan kuas sendiri? Itulah yang terjadi dalam dunia AI saat ini. Meskipun AI dapat menghasilkan karya dengan sedikit campur tangan manusia, tetap ada perdebatan apakah manusia yang memberikan perintah (prompt) cukup berperan untuk dianggap sebagai pencipta, atau apakah AI telah mengambil alih proses kreatif sepenuhnya.


---

Landasan Hukum: Hak Cipta dan Peran Manusia dalam AI

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) di Indonesia, hak cipta diberikan kepada pencipta, yang didefinisikan sebagai seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Definisi ini menegaskan bahwa hanya manusia yang dapat memiliki hak cipta atas suatu karya.

Beberapa poin penting dari UUHC yang relevan dengan diskusi ini meliputi:

1. Hak Cipta Melekat pada Individu atau Badan Hukum – AI, yang bukan subjek hukum, tidak dapat memiliki hak cipta atas karya yang dihasilkannya.


2. Karya Harus Memiliki Unsur Kreativitas Manusia – Jika manusia menggunakan AI sebagai alat untuk membuat karya (misalnya memberikan instruksi atau mengedit hasil AI), hak cipta tetap berada pada manusia tersebut.


3. Jika AI Murni Menghasilkan Karya Tanpa Campur Tangan Manusia, Tidak Ada Hak Cipta yang Berlaku – Dalam kasus AI yang menghasilkan karya secara otonom tanpa campur tangan manusia, karya tersebut tidak memenuhi syarat perlindungan hak cipta.



Sumber hukum internasional, seperti keputusan US Copyright Office pada 2023, juga menyatakan bahwa karya yang sepenuhnya dibuat oleh AI tanpa campur tangan manusia tidak dapat didaftarkan sebagai hak cipta. Namun, jika manusia memberikan arahan signifikan dalam proses penciptaan, maka mereka masih bisa mengklaim kepemilikan.


---

Implikasi di Dunia Industri Kreatif dan Digital

Ketika AI semakin sering digunakan dalam industri kreatif, siapa yang harus mendapatkan keuntungan dari hasil karya yang dihasilkan AI?

1. Bagi Desainer dan Seniman – Mereka yang menggunakan AI sebagai alat tetap dapat mengklaim kepemilikan, tetapi mereka harus berhati-hati dalam memastikan bahwa kontribusi manusia tetap signifikan.


2. Bagi Penulis dan Penerbit – Penggunaan AI dalam menulis artikel, naskah, atau bahkan buku menjadi tantangan baru. Apakah AI dapat dianggap sebagai penulis? Saat ini, mayoritas regulasi masih mewajibkan adanya campur tangan manusia dalam proses kreatif.


3. Bagi Perusahaan Teknologi dan Startup – Mereka harus menentukan model bisnis yang tepat terkait kepemilikan hasil yang dihasilkan AI, serta memperjelas perjanjian dengan pengguna terkait hak atas karya yang dibuat melalui platform mereka.




---

Bagaimana Regulasi di Negara Lain?

Di berbagai negara, hukum terkait AI dan hak cipta masih dalam tahap pengembangan. Berikut beberapa kebijakan yang menarik:

Amerika Serikat: US Copyright Office telah menegaskan bahwa hanya karya dengan kontribusi kreatif manusia yang dapat dilindungi hak cipta.

Uni Eropa: Sedang membahas Artificial Intelligence Act, yang mencakup kebijakan tentang kepemilikan karya yang dihasilkan AI.

China: Sudah mulai mengatur kepemilikan hak cipta atas hasil AI dengan kebijakan khusus untuk AI-generated content.


Di Indonesia, peraturan khusus terkait AI dan hak cipta masih dalam tahap perumusan. Namun, prinsip utama dalam UUHC tetap mengacu pada perlindungan hak cipta bagi manusia sebagai pencipta utama.


---

Kesimpulan: AI Sebagai Asisten, Bukan Pencipta

Dari perspektif hukum dan praktik industri, hasil karya yang dibuat dengan bantuan AI tetap menjadi milik individu atau badan hukum yang menggunakan AI tersebut, **selama ada keterlibatan manusia yang signifikan dalam proses penciptaannya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Rahasia Dokumen Referensi Harga: Panduan Lengkap Menyusun Prompt untuk Pengadaan Barang yang Efektif dan Transparan

4 Langkah Strategis Pembuatan Etalase Produk Konstruksi Katalog Elekronik

Panduan Praktis: Pemungutan PPN oleh PPK dan Bendahara sesuai PMK 131/2024