Menavigasi Kebijakan Perpres Impor Terbaru: Mengapa Persetujuan di Tahap Perencanaan Adalah Kunci Sukses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Pendahuluan: Regulasi Baru, Tantangan Klasik, dan Solusi Proaktif
Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025, yang membawa perubahan pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kembali menghadirkan dinamika baru. Salah satu pasal yang menuai diskusi hangat adalah Pasal 66, khususnya ayat (4) yang memperbolehkan penggunaan produk impor jika Produk Dalam Negeri (PDN) tidak tersedia atau volumenya tidak mencukupi, dan ayat (7) yang mengaitkan penggunaan produk impor dengan persetujuan dari menteri/kepala lembaga/kepala daerah (MKLPD) atau pejabat yang ditunjuk jika informasi ketersediaan PDN (sebagaimana dimaksud ayat (6)) belum tersedia.
Sontak, ketentuan ini oleh sebagian kalangan dianggap sebagai potensi hambatan birokrasi baru. Di tengah derasnya arus kebutuhan barang/jasa pemerintah yang seringkali spesifik dan mendesak, sementara kapasitas serta ketersediaan PDN untuk beberapa komoditas belum sepenuhnya memadai, keharusan melalui jalur persetujuan yang berjenjang hingga ke pucuk pimpinan memang dapat menimbulkan kekhawatiran akan potensi keterlambatan. Namun, sebagai seorang ahli pengadaan yang juga mengamati dinamika pasar global, saya berpendapat bahwa setiap regulasi, sekalipun tampak menantang, selalu menyisakan ruang untuk interpretasi cerdas dan strategi solutif. Karena sudah menjadi Peraturan Presiden, tugas kita bukanlah sekadar mengeluh, melainkan menafsirkan, menganalisis, dan merumuskan jalan keluar yang paling efektif. Dan solusi itu, menurut hemat saya, terletak pada pemindahan titik krusial persetujuan penggunaan produk impor dari tahap pelaksanaan yang seringkali genting, ke tahap perencanaan pengadaan yang lebih strategis.
Dilema Kebutuhan Global dan Idealitas Regulasi
Tidak dapat dipungkiri, dalam era globalisasi ini, ketergantungan antarnegara dalam pemenuhan kebutuhan barang/jasa adalah sebuah keniscayaan. Pemerintah, sebagai salah satu konsumen terbesar, seringkali membutuhkan produk dengan teknologi terkini, spesifikasi unik, atau skala besar yang belum sepenuhnya dapat diproduksi di dalam negeri. Ini bukan berarti meremehkan PDN, namun sebuah pengakuan objektif atas realitas kapasitas industri dan rantai pasok global.
Kebijakan untuk memprioritaskan PDN adalah langkah yang sangat tepat dan patriotik. Namun, klausul persetujuan penggunaan produk impor sebagaimana diatur dalam Perpres terbaru, jika tidak disikapi dengan strategi yang tepat, berpotensi menjadi bumerang. Bayangkan sebuah satuan kerja yang sudah sampai pada tahap pelaksanaan pengadaan, tender akan segera diumumkan, namun terganjal karena justifikasi kebutuhan impornya baru akan diproses untuk persetujuan MKLPD. Ini jelas akan memakan waktu, menciptakan ketidakpastian, dan berisiko mengganggu jadwal pelaksanaan program/kegiatan.
Solusi Cerdas: Mengunci Persetujuan Impor di Jantung Perencanaan
Sebagai praktisi dan analis, saya melihat bahwa "jebakan" birokrasi ini dapat dihindari dengan pendekatan proaktif. Alih-alih menunggu hingga tahap pelaksanaan, proses identifikasi kebutuhan produk impor dan pengajuan persetujuannya harus ditarik mundur dan diintegrasikan sepenuhnya ke dalam tahap perencanaan pengadaan. Mengapa? Karena pada tahap inilah Rencana Umum Pengadaan (RUP) disusun, anggaran dialokasikan, dan strategi pengadaan ditetapkan.
Berikut adalah kerangka strategi sistematis yang dapat diadopsi:
- Identifikasi Dini Kebutuhan Impor (Tahap Awal Perencanaan Satker): Saat Satuan Kerja (Satker) menyusun rencana kebutuhan barang/jasa, identifikasi awal produk mana yang berpotensi impor harus sudah dilakukan. Ini didasarkan pada spesifikasi, pengalaman, dan ketersediaan data pasar awal.
- Kajian Mendalam Ketersediaan PDN & Penyusunan Justifikasi Komprehensif (Finalisasi Rencana Kebutuhan Satker): Satker melakukan survei pasar yang terdokumentasi (pengecekan e-katalog P3DN, komunikasi dengan produsen/asosiasi, data kementerian teknis) untuk benar-benar memastikan ketidaktersediaan atau ketidakcukupan PDN. Hasilnya dituangkan dalam Justifikasi Teknis Kebutuhan Produk Impor (FJTK-PI) yang solid. Ini adalah upaya proaktif untuk menyediakan "informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6)" Perpres.
- Konsolidasi Usulan di Tingkat Pengguna Anggaran (PA) (Penyusunan Rancangan RUP Instansi): Seluruh FJTK-PI dari Satker dikonsolidasikan oleh unit perencanaan pengadaan di bawah PA, diverifikasi kelengkapannya, dan direkapitulasi dalam Daftar Konsolidasi Usulan Persetujuan Penggunaan Produk Impor Tingkat Instansi (FDKUPPI-Instansi).
- Pengajuan Permohonan Persetujuan oleh PA kepada MKLPD/Pejabat Ditunjuk: PA secara resmi mengajukan permohonan persetujuan penggunaan produk impor kepada MKLPD (atau pejabat yang telah didelegasikan wewenang), dilampiri FDKUPPI-Instansi dan seluruh bundel FJTK-PI. Permohonan ini, Surat Permohonan Persetujuan Penggunaan Produk Impor dari PA, menjadi instrumen formalnya.
- Penerbitan Surat Persetujuan oleh MKLPD/Pejabat Ditunjuk: Berdasarkan evaluasi atas permohonan PA, MKLPD/Pejabat yang Ditunjuk menerbitkan Surat Persetujuan Penggunaan Produk Impor. Dokumen ini menjadi lampu hijau bagi PA.
- Integrasi dalam RUP Final dan Pengumuman SIRUP: Persetujuan yang telah diterima menjadi dasar bagi PA untuk memfinalisasi RUP. Item-item impor yang disetujui dapat diumumkan di SIRUP dengan kepastian hukum.
- Pelaksanaan Pengadaan yang Lancar: Dengan "tiket" persetujuan di tangan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kelompok Kerja Pemilihan (Pokja Pemilihan) dapat fokus pada proses pemilihan penyedia tanpa dibayangi keraguan atau penundaan akibat urusan persetujuan impor.
Manfaat Strategis yang Signifikan
Menggeser proses persetujuan ke tahap perencanaan menawarkan berbagai keuntungan signifikan:
- Kepastian dan Prediktabilitas: Instansi memiliki kepastian sejak awal apakah suatu produk impor dapat diadakan, memungkinkan penyesuaian rencana jika diperlukan.
- Efisiensi Waktu: Menghindari bottleneck dan penundaan krusial di tahap pelaksanaan.
- Manajemen Anggaran yang Lebih Baik: Menghindari revisi anggaran atau penyerapan yang terhambat akibat ketidakjelasan status impor.
- Pengurangan Beban Kerja di Tahap Pelaksanaan: PPK dan Pokja Pemilihan dapat berkonsentrasi pada tugas utamanya.
- Tata Kelola yang Lebih Baik: Proses menjadi lebih terstruktur, terdokumentasi, dan akuntabel.
Peran Sentral PA dan Urgensi Delegasi Kewenangan
Pengguna Anggaran memegang peran sentral dalam mengorkestrasi proses pengajuan konsolidasi ini. Lebih jauh, untuk efisiensi yang optimal, MKLPD sangat dianjurkan untuk menerbitkan Surat Keputusan Pendelegasian Wewenang pemberian persetujuan penggunaan produk impor kepada pejabat eselon di bawahnya yang lebih memahami aspek teknis dan operasional, misalnya berdasarkan batasan nilai atau jenis barang/jasa tertentu. Ini akan memangkas alur birokrasi secara signifikan.
Kesimpulan: Dari Kepatuhan Menuju Keunggulan Strategis
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025, khususnya Pasal 66, memang menuntut kita untuk lebih cermat dalam merencanakan penggunaan produk impor. Namun, ini bukanlah penghalang absolut. Dengan menafsirkan regulasi secara cerdas dan mengadopsi strategi proaktif seperti memajukan persetujuan impor ke tahap perencanaan, kita tidak hanya memenuhi aspek kepatuhan, tetapi juga meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengadaan barang/jasa pemerintah.
Sebagai ahli pengadaan, kita dituntut untuk menjadi problem solver, bukan sekadar pelaksana pasif regulasi. Dinamika pasar global dan kebutuhan domestik yang terus berkembang menuntut kita untuk adaptif dan inovatif. Strategi persetujuan impor di tahap perencanaan adalah salah satu manifestasi dari pemikiran tersebut, mengubah potensi hambatan menjadi sebuah alur kerja yang terencana, sistematis, dan pada akhirnya, mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional dengan lebih baik.
Penawaran
Yth. [Jabatan Pejabat Berwenang, contoh: Sekretaris Utama/Sekretaris Jenderal/Kepala Biro Perencanaan/Kepala UKPBJ] [Nama Instansi Pemerintah] di [Tempat]
Perihal: Penawaran Dukungan Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) / Pedoman Persetujuan Penggunaan Produk Impor Beserta Perangkat Dokumen Pendukung
Dengan hormat,
Menyikapi Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 yang membawa perubahan signifikan pada mekanisme pengadaan barang/jasa pemerintah, khususnya ketentuan Pasal 66 terkait persetujuan penggunaan produk impor, kami memahami urgensi bagi setiap instansi pemerintah untuk memiliki panduan internal yang jelas. Ketiadaan prosedur baku dapat berisiko pada keterlambatan, ketidakefisienan, dan potensi ketidakpatuhan.
Untuk itu, kami menawarkan dukungan keahlian dalam penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) atau Pedoman Persetujuan Penggunaan Produk Impor yang komprehensif, praktis, dan tailor-made sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik Instansi Bapak/Ibu. SOP/Pedoman ini dirancang untuk mengimplementasikan strategi persetujuan di tahap perencanaan pengadaan, guna memastikan kepatuhan, efisiensi, dan akuntabilitas.
Sebagai praktisi dan ahli dengan rekam jejak sebagai Pengelola PBJ Ahli Madya BMKG RI, Fasilitator Kehormatan dan Procurement Probity Advisor LKPP RI, Tim Perumus Peraturan LKPP RI, serta pengalaman sebagai Ahli Penyusun berbagai instrumen normatif PBJ dan penulis buku spesialis, kami siap mendampingi Instansi Bapak/Ibu.
Ruang Lingkup dan Output Utama yang Akan Diterima:
Dari dukungan keahlian ini, Instansi Bapak/Ibu akan memperoleh perangkat kerja yang lengkap, meliputi:
-
Dokumen Induk SOP/Pedoman Persetujuan Penggunaan Produk Impor:
- Berisi alur proses sistematis (7 langkah strategis) mulai dari identifikasi awal kebutuhan impor oleh Satuan Kerja, kajian mendalam ketersediaan Produk Dalam Negeri (PDN), penyusunan justifikasi, konsolidasi di tingkat Pengguna Anggaran (PA), mekanisme pengajuan permohonan persetujuan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah (MKLPD) atau pejabat yang ditunjuk, hingga integrasi persetujuan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan SIRUP.
- Penjelasan peran dan tanggung jawab masing-masing unit kerja/pejabat terkait.
- Dasar hukum internal yang relevan dan timeline indikatif untuk setiap tahapan.
- Strategi untuk memastikan "informasi sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (6) Perpres 46/2025" tersedia secara proaktif.
-
Lampiran Model Dokumen dan Formulir Pendukung (Siap Pakai dan Dapat Disesuaikan):
- Formulir 1.1: Identifikasi Awal Kebutuhan Produk Impor (FIA-KPI) oleh Satker.
- Formulir 2.1: Laporan Hasil Survei Ketersediaan Produk Dalam Negeri (F LHS-KPDN).
- Formulir 2.2: Justifikasi Teknis Kebutuhan Produk Impor (FJTK-PI) yang komprehensif.
- Formulir 3.1: Rekapitulasi Usulan Persetujuan Penggunaan Produk Impor Tingkat Satker (FRUPPI-Satker).
- Formulir 3.2: Daftar Konsolidasi Usulan Persetujuan Penggunaan Produk Impor Tingkat Instansi (FDKUPPI-Instansi) untuk PA.
- Model Dokumen 4.1: Template Surat Permohonan Persetujuan Penggunaan Produk Impor dari PA kepada MKLPD/Pejabat yang Ditunjuk.
- Contoh Ilustratif Dokumen 5.1: Format Surat Persetujuan Penggunaan Produk Impor dari MKLPD/Pejabat yang Ditunjuk (sebagai referensi hasil yang diharapkan).
-
Sesi Diskusi dan Pendampingan Terbatas:
- Termasuk dalam paket ini adalah sesi diskusi/FGD dengan tim internal Instansi Bapak/Ibu untuk penggalian kebutuhan spesifik, pembahasan draf, dan finalisasi SOP/Pedoman agar selaras dengan proses bisnis internal serta mudah diimplementasikan.
Dukungan keahlian ini dapat difasilitasi melalui mekanisme Penugasan Narasumber Ahli melalui Swakelola (Tipe I atau II, sesuai ketentuan yang berlaku dan kesepakatan), dengan estimasi total kebutuhan waktu dan honorarium setara 30 (tiga puluh) Orang Hari (OH) sesuai standar narasumber ahli tingkat nasional.
Kami percaya bahwa SOP/Pedoman yang terstruktur dan perangkat pendukungnya ini akan menjadi investasi strategis bagi Instansi Bapak/Ibu dalam meningkatkan tata kelola pengadaan produk impor, memastikan kepatuhan, serta mendukung kelancaran pencapaian target organisasi.
Demikian penawaran ini kami sampaikan. Kami sangat antusias untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai bagaimana kami dapat membantu Instansi Bapak/Ibu. Atas perhatian dan kepercayaan yang diberikan, kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp.
Rencana Kerja Indikatif Penyusunan SOP/Pedoman Persetujuan Penggunaan Produk Impor (Estimasi 30 Orang Jam)
Tujuan Utama: Menyusun Draf Final Dokumen SOP/Pedoman Persetujuan Penggunaan Produk Impor yang sistematis dan praktis, lengkap dengan draf model dokumen/formulir pendukung utama, berdasarkan keahlian penyusun dan masukan terfokus dari Instansi.
Total Alokasi Waktu: 30 Orang Jam (OJ) Ahli
FASE 1: PERSIAPAN, BRIEFING AWAL & PEMAHAMAN KEBUTUHAN (Total 3 OJ)
- Jam ke-1 - 2: Kick-off Meeting & Briefing Kebutuhan (Virtual/Tatap Muka Singkat)
- Pertemuan awal dengan Pimpinan/Pejabat Penghubung (PIC) Instansi.
- Diskusi terfokus mengenai ekspektasi spesifik Instansi, lingkup output yang diinginkan, dan penekanan khusus.
- Penyerahan data/dokumen awal yang relevan dari Instansi (jika ada regulasi internal, contoh kasus, atau preferensi format).
- Konfirmasi PIC dan alur komunikasi untuk review.
- Jam ke-3: Studi Singkat Dokumen & Penajaman Lingkup
- Review cepat terhadap dokumen yang diberikan Instansi.
- Studi poin-poin kunci Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 (khususnya Pasal 66) yang akan menjadi dasar utama.
- Penajaman outline SOP/Pedoman dan daftar model dokumen yang akan disusun.
FASE 2: PENYUSUNAN DRAF AWAL SOP/PEDOMAN & MODEL DOKUMEN UTAMA (Total 16 OJ) Leveraging keahlian dan template dasar yang dimiliki penyusun
- Jam ke-4 - 11 (8 OJ): Penyusunan Intensif Draf Awal SOP/Pedoman
- Penyusunan kerangka dan narasi utama Dokumen SOP/Pedoman, mencakup:
- Alur proses 7 langkah strategis persetujuan produk impor di tahap perencanaan (secara garis besar dan adaptif).
- Peran dan tanggung jawab umum unit kerja/pejabat terkait (dapat disesuaikan lebih lanjut oleh Instansi).
- Dasar hukum internal yang relevan (placeholder untuk diisi/disesuaikan Instansi).
- Penyusunan kerangka dan narasi utama Dokumen SOP/Pedoman, mencakup:
- Jam ke-12 - 19 (8 OJ): Pengembangan Draf Awal Model Dokumen/Formulir Kunci
- Merancang dan menyusun draf awal untuk model dokumen dan formulir pendukung utama:
- Formulir Identifikasi Awal Kebutuhan Produk Impor (FIA-KPI).
- Formulir Laporan Hasil Survei Ketersediaan PDN (F LHS-KPDN) (struktur utama).
- Formulir Justifikasi Teknis Kebutuhan Produk Impor (FJTK-PI) (poin-poin esensial).
- Formulir Daftar Konsolidasi Usulan Tk. Instansi (FDKUPPI-Instansi) (format dasar).
- Template Surat Permohonan Persetujuan dari PA ke MKLPD (struktur inti).
- Contoh Ilustratif Surat Persetujuan dari MKLPD (sebagai referensi).
- Merancang dan menyusun draf awal untuk model dokumen dan formulir pendukung utama:
FASE 3: DISKUSI & REVIEW DRAF AWAL DENGAN TIM INTI INSTANSI (Total 5 OJ)
- Jam ke-20: Persiapan & Pengiriman Draf Awal
- Kompilasi Draf Awal SOP/Pedoman dan Model Dokumen.
- Pengiriman draf kepada PIC Instansi untuk direview oleh tim inti yang ditunjuk.
- Jam ke-21 - 24 (4 OJ): Sesi Diskusi & Review Draf (Virtual/Tatap Muka)
- Satu sesi diskusi terfokus (maksimal 3-4 jam) dengan tim inti/PIC Instansi.
- Presentasi singkat poin-poin utama draf oleh penyusun.
- Pembahasan, klarifikasi, dan penggalian masukan/koreksi spesifik dari Instansi terhadap alur proses dan konten formulir agar lebih sesuai dengan kebutuhan praktis.
- Pencatatan poin-poin revisi yang disepakati.
FASE 4: REVISI & FINALISASI DOKUMEN (Total 5 OJ)
- Jam ke-25 - 29 (5 OJ): Proses Revisi & Finalisasi Draf
- Melakukan revisi dan penyempurnaan Draf SOP/Pedoman serta model dokumen berdasarkan masukan dan kesepakatan saat sesi diskusi/review.
- Memastikan konsistensi dan kejelasan bahasa.
- Menyiapkan dokumen dalam format final.
FASE 5: PENYERAHAN DOKUMEN FINAL & BRIEFING PENUTUP (Total 1 OJ)
- Jam ke-30: Penyerahan & Briefing Singkat
- Penyerahan resmi Dokumen Final SOP/Pedoman dan seluruh lampiran model dokumen (dalam bentuk softcopy format editable dan PDF) kepada PIC Instansi.
- Sesi briefing singkat (maksimal 1 jam) mengenai struktur dokumen, cara penggunaan formulir, dan poin-poin penting untuk implementasi awal oleh Instansi.
Catatan Penting untuk Alokasi 30 Orang Jam:
- Fokus pada Keahlian Inti: Efektivitas alokasi waktu ini sangat bergantung pada keahlian, pengalaman, dan ketersediaan template dasar dari penyusun (Agus Arif Rakhman) yang memungkinkan drafting cepat.
- Keterlibatan Instansi: Kesiapan dan ketepatan waktu Instansi dalam memberikan briefing awal serta feedback pada sesi review menjadi krusial.
- Lingkup Output: Output utama adalah Draf Final SOP/Pedoman dan Model Dokumen yang siap untuk diadaptasi dan disahkan lebih lanjut secara internal oleh Instansi. Sosialisasi mendalam atau pendampingan implementasi lanjutan berada di luar lingkup 30 OJ ini.
- Fleksibilitas: Pembagian jam per sesi dapat sedikit disesuaikan berdasarkan progres dan kesepakatan bersama, selama total tidak melebihi 30 OJ.
Rundown ini dirancang untuk memaksimalkan output dalam batasan waktu 30 Orang Jam, dengan penekanan pada penyediaan fondasi dokumen yang kuat untuk ditindaklanjuti oleh instansi.