Rabu, 06 Agustus 2025

Sertifikat Kompetensi Pengadaan - Menyingkap Realitas Keahlian di Balik Jabatan Struktural


Sertifikat Kompetensi Pengadaan: Menyingkap Realitas Keahlian di Balik Jabatan Struktural

Penulis Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp.




Pendahuluan: Konteks Pengadaan, Peran Sertifikasi, dan Pengenalan "Mitos" Hilangnya Keahlian


Pengadaan barang/jasa, baik di sektor publik maupun swasta, telah berevolusi dari fungsi administratif belaka menjadi pilar strategis yang krusial. Dalam konteks pemerintahan, pengadaan barang/jasa merupakan kegiatan yang kompleks dan strategis, memegang peranan vital dalam mendorong efisiensi, menciptakan nilai, dan memastikan tata kelola yang baik.1 Transformasi ini menuntut keahlian yang semakin terspesialisasi dan multidimensional dari para profesional di bidang ini.

Menanggapi kebutuhan akan standar keahlian yang terverifikasi dan profesionalisme yang tinggi, sertifikasi kompetensi pengadaan muncul sebagai instrumen penting. Sertifikasi ini dirancang untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi pejabat pengadaan 4, serta menjadi salah satu instrumen penting dalam pengembangan karier dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) pengadaan.5 Tujuannya adalah untuk memastikan adanya standar kompetensi minimum dan membangun kepercayaan publik terhadap proses pengadaan yang transparan dan akuntabel.6

Namun, di balik upaya standarisasi dan peningkatan profesionalisme ini, seringkali muncul sebuah persepsi, atau yang dapat disebut sebagai "mitos", bahwa individu yang beralih ke posisi struktural atau manajerial yang lebih tinggi dalam bidang pengadaan cenderung kehilangan atau mengurangi keahlian teknis operasional mereka. Persepsi ini menunjukkan adanya ekspektasi yang mungkin tidak selaras. Ketika seseorang naik ke jabatan struktural, fokus dan jenis keahlian yang dibutuhkan secara fundamental berubah. Jika ekspektasi publik atau rekan kerja masih terpaku pada dominasi keahlian operasional atau teknis, maka pergeseran keahlian strategis dan manajerial dapat disalahartikan sebagai "kehilangan" kompetensi, padahal ini adalah transformasi atau prioritas ulang keterampilan yang tidak selalu dipahami atau dihargai oleh semua pemangku kepentingan.

Laporan ini bertujuan untuk menguji secara kritis persepsi tersebut. Ini akan membedah definisi "keahlian" yang terus berkembang dalam pengadaan, yang kini tidak lagi hanya tentang kepatuhan pada aturan, tetapi juga meliputi kemampuan strategis, manajemen risiko, dan keterlibatan pemangku kepentingan.4 Mitos ini mungkin timbul karena definisi tradisional tentang keahlian, yang seringkali terikat pada sertifikasi operasional, berbenturan dengan tuntutan yang lebih luas dan strategis dari peran struktural. Oleh karena itu, laporan ini akan mengusulkan strategi pengembangan talenta yang holistik, yang mengakui dan memupuk berbagai jenis keahlian yang dibutuhkan di setiap jenjang karier pengadaan.


Memahami Sertifikasi Kompetensi Pengadaan: Tujuan, Manfaat, dan Keterbatasan


Sertifikasi kompetensi pengadaan memiliki tujuan yang jelas dan filosofi yang mendalam. Tujuan utamanya adalah untuk menstandardisasi pengetahuan, memastikan tingkat kompetensi minimum, meningkatkan profesionalisme, dan menyediakan jalur karier yang terstruktur bagi para profesional pengadaan.4 Lebih lanjut, sertifikasi ini bertujuan untuk membangun kepercayaan publik dan akuntabilitas dalam proses pengadaan, yang merupakan aspek krusial dalam tata kelola yang baik.6

Manfaat sertifikasi ini terasa signifikan, baik bagi individu maupun organisasi. Bagi individu, sertifikasi membuka jalan bagi kemajuan karier, memberikan pengakuan atas kompetensi mereka, meningkatkan kepercayaan diri, dan membekali mereka dengan pemahaman mendasar tentang peraturan dan praktik terbaik dalam pengadaan.4 Sementara itu, bagi organisasi, sertifikasi personel berkontribusi pada peningkatan kepatuhan, pengurangan risiko, peningkatan efisiensi operasional, dan ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas.1

Meskipun demikian, penting untuk mengakui bahwa sertifikasi kompetensi pengadaan juga memiliki keterbatasan dan tantangannya sendiri. Salah satu keterbatasan utama adalah bahwa sertifikasi hanya mengukur pengetahuan pada satu titik waktu; ini tidak menjamin kinerja berkelanjutan atau kemampuan beradaptasi seorang profesional terhadap perubahan dinamis di lapangan.5 Dengan kata lain, sertifikasi adalah potret statis dari pengetahuan, bukan jaminan kemampuan untuk terus berinovasi atau merespons situasi baru.

Selain itu, fokus sertifikasi seringkali cenderung pada pengetahuan teoritis dan kepatuhan terhadap aturan. Ini berarti bahwa sertifikasi mungkin tidak secara memadai mencakup keterampilan lunak (soft skills) seperti komunikasi, negosiasi, manajemen risiko, atau pemecahan masalah yang kompleks, yang seringkali lebih krusial di posisi struktural daripada pengetahuan teknis semata.6 Ada risiko munculnya "kompetensi di atas kertas," di mana kepemilikan sertifikat tidak selalu setara dengan kinerja tinggi atau kebijaksanaan praktis yang mendalam. Sertifikasi memberikan dasar, namun pengalaman praktis dan kemampuan beradaptasi adalah penentu keberhasilan jangka panjang.6 Tantangan lainnya adalah menjaga agar sertifikasi tetap relevan dengan perubahan cepat dalam regulasi dan dinamika pasar.

Kesenjangan antara "standar minimum" yang diukur oleh sertifikasi dan "kompetensi holistik" yang dibutuhkan untuk peran yang kompleks adalah hal yang patut dicermati. Sertifikasi, seperti yang disebutkan, bertujuan untuk standar minimum dan profesionalisme. Namun, kemampuan beradaptasi, keterampilan lunak, dan pemecahan masalah yang kompleks seringkali tidak tercakup secara memadai.6 Hal ini menciptakan celah kritis: sertifikasi memang menyediakan fondasi yang diperlukan, tetapi tidak cukup untuk kompetensi holistik yang dituntut oleh peran-peran kompleks. Jika sertifikasi dipandang sebagai satu-satunya ukuran keahlian, maka akan muncul kekecewaan ketika individu dalam peran struktural menunjukkan seperangkat keterampilan yang berbeda, namun sama pentingnya.

Oleh karena itu, sertifikasi harus dilihat sebagai pintu gerbang, bukan tujuan akhir. Jika sertifikasi hanya mengukur pengetahuan pada satu titik waktu dan pengalaman praktis adalah kunci keberhasilan jangka panjang, maka sertifikasi harus diposisikan sebagai titik masuk atau dasar penting untuk karier di bidang pengadaan, bukan sebagai ukuran akhir keahlian atau akhir dari proses pembelajaran.6 Ini menyiratkan bahwa organisasi dan individu perlu mengubah pola pikir mereka dari sekadar "mendapatkan sertifikasi" menjadi "terus mengembangkan diri" di luar sertifikasi formal.6

Terlalu menekankan kepatuhan melalui sertifikasi juga dapat memiliki konsekuensi yang tidak disengaja. Jika sertifikasi terutama berfokus pada "kepatuhan terhadap aturan" dan "standar minimum," hal itu secara tidak sengaja dapat menumbuhkan budaya di mana kepatuhan prosedur diprioritaskan di atas pemikiran strategis, inovasi, atau penciptaan nilai. Ini dapat menyebabkan persepsi bahwa individu dalam peran struktural, yang diharapkan lebih strategis, "kehilangan" keahlian mereka yang berfokus pada kepatuhan, padahal pada kenyataannya, fokus mereka telah bergeser ke masalah tingkat yang lebih tinggi. Ini menyoroti potensi masalah sistemik dalam cara talenta pengadaan dikembangkan dan dievaluasi.

Tabel berikut merangkum manfaat dan keterbatasan sertifikasi kompetensi pengadaan:

Tabel 1: Perbandingan Manfaat dan Keterbatasan Sertifikasi Kompetensi Pengadaan


Manfaat (Benefits)

Keterbatasan (Limitations)

Peningkatan profesionalisme 4

Mengukur pengetahuan pada satu titik waktu

Standarisasi pengetahuan 4

Tidak menjamin kinerja berkelanjutan atau kemampuan beradaptasi 6

Pengembangan karier 5

Kurang mencakup keterampilan lunak (soft skills) seperti komunikasi, negosiasi 6

Peningkatan kepercayaan publik 6

Tidak mencakup manajemen risiko atau pemecahan masalah kompleks 6

Peningkatan efisiensi dan kepatuhan 1

Risiko "kompetensi di atas kertas"


Dinamika Jabatan Struktural dalam Pengadaan: Karakteristik, Tanggung Jawab, dan Persepsi Dampak Terhadap Keahlian


Jabatan struktural dalam pengadaan, seperti Kepala Bagian Pengadaan atau Direktur Pengadaan, dicirikan oleh pergeseran fokus dari eksekusi operasional ke kepemimpinan strategis dan tata kelola.10 Peran-peran ini menuntut kemampuan strategis, manajerial, dan kepemimpinan, bukan hanya keahlian teknis operasional.10 Pejabat struktural bertanggung jawab atas pengawasan strategis, perumusan kebijakan, manajemen tim, keterlibatan pemangku kepentingan, dan pemecahan masalah yang kompleks.10

Pergeseran tanggung jawab ini secara fundamental mengubah jenis keahlian yang dibutuhkan. Fokus bergeser dari kepatuhan teknis dan pemrosesan transaksional ke area-area berikut:

  • Perencanaan Strategis: Menyelaraskan pengadaan dengan tujuan organisasi yang lebih luas.4

  • Manajemen Risiko: Mengidentifikasi dan memitigasi risiko sistemik pada tingkat yang lebih tinggi.4 Pengambilan keputusan strategis dan manajemen risiko tingkat tinggi menjadi fokus utama di jabatan struktural.

  • Pengembangan Talenta: Membangun dan membina tim pengadaan yang kompeten.6 Pengembangan SDM pengadaan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan keahlian tetap relevan.6

  • Manajemen Pemangku Kepentingan: Berinteraksi secara efektif dengan pihak internal dan eksternal.

  • Pengembangan Kebijakan dan Advokasi: Membentuk kerangka kerja pengadaan yang mendukung tujuan organisasi.10

Dalam peran-peran ini, keterampilan lunak (soft skills) seperti komunikasi, negosiasi, dan kepemimpinan seringkali lebih krusial daripada pengetahuan teknis semata.6 Keahlian pengadaan tidak hanya tentang kepatuhan pada aturan, tetapi juga kemampuan negosiasi, manajemen risiko, dan pemecahan masalah yang kompleks.4

Meskipun pergeseran ini merupakan keniscayaan dalam kemajuan karier, seringkali muncul persepsi umum bahwa individu dalam peran struktural mungkin menjadi "terlepas" dari detail operasional sehari-hari. Persepsi ini dapat memicu "mitos" hilangnya keahlian teknis. Namun, persepsi ini seringkali timbul dari kurangnya pemahaman tentang transformasi keahlian, bukan kehilangannya.

Keahlian dalam jabatan struktural tidak hilang, melainkan bertransformasi. Jabatan struktural pengadaan menuntut kemampuan strategis, manajerial, dan kepemimpinan, bukan hanya keahlian teknis operasional.10 Pejabat struktural harus mampu merumuskan kebijakan, mengelola risiko besar, dan mengarahkan tim.4 Pergeseran ini menunjukkan adanya hierarki keterampilan, di mana kompetensi strategis dan kepemimpinan menjadi lebih dihargai di tingkat organisasi yang lebih tinggi. Staf operasional mungkin memandang keahlian teknis mereka sebagai satu-satunya bentuk keahlian pengadaan yang sejati, sehingga menganggap pergeseran dari itu sebagai "kehilangan." Ini menunjukkan perlunya komunikasi yang lebih baik dalam organisasi mengenai jalur karier dan sifat keahlian yang terus berkembang, memastikan bahwa semua bentuk kontribusi yang berharga diakui.

Ada juga "kesenjangan strategis" dalam pelatihan pengadaan tradisional. Jika peran struktural menuntut perencanaan strategis, manajemen risiko, dan kepemimpinan serta keterampilan lunak, tetapi sertifikasi terutama berfokus pada kepatuhan, maka ada kesenjangan signifikan dalam cara para profesional pengadaan dipersiapkan untuk peran-peran lanjutan ini.6 Ini menunjukkan bahwa sertifikasi tradisional saja tidak cukup untuk kemajuan karier ke peran struktural, dan organisasi harus secara aktif menjembatani "kesenjangan strategis" ini melalui program pengembangan yang ditargetkan. Implikasinya adalah bahwa "mitos" tersebut sebagian dipicu oleh ketidakcukupan sistem untuk mengembangkan dan mengenali keterampilan tingkat tinggi ini.

Lebih lanjut, terdapat paradoks "keterlepasan praktis" demi pengawasan strategis. Agar pemimpin struktural dapat secara efektif mengelola risiko dan merumuskan kebijakan, mereka membutuhkan perspektif yang lebih luas, yang seringkali berarti mundur dari detail operasional yang kecil.4 "Keterlepasan" dari operasi sehari-hari ini, meskipun diperlukan untuk pengawasan strategis, dapat

dipersepsikan sebagai hilangnya keterampilan praktis oleh mereka yang masih berada dalam peran operasional. Paradoksnya adalah untuk mendapatkan kedalaman strategis, seseorang harus mengurangi keterlibatan operasional langsung. Ini menyoroti tantangan komunikasi dan persepsi dalam organisasi mengenai kontribusi nilai yang berbeda dari berbagai peran.

Tabel berikut menggambarkan peran dan tantangan jabatan struktural dalam pengembangan keahlian pengadaan:

Tabel 2: Peran dan Tantangan Jabatan Struktural dalam Pengembangan Keahlian Pengadaan


Peran Utama (Key Roles)

Keahlian Krusial (Crucial Skills)

Tantangan (Challenges)

Perumusan kebijakan 10

Strategis 4

Keterbatasan fokus pada operasional

Manajemen risiko strategis 4

Manajerial 11

Kebutuhan pengembangan berkelanjutan 6

Kepemimpinan tim 10

Kepemimpinan 10

Menjaga relevansi keahlian teknis

Pengembangan SDM 6

Komunikasi 6

Mengelola ekspektasi

Alokasi sumber daya (implied)

Negosiasi tingkat tinggi



Pemecahan masalah kompleks 6



Mitos vs. Realitas: Analisis Mendalam Hilangnya Keahlian


Mitos bahwa keahlian pengadaan hilang di balik jabatan struktural adalah kesalahpahaman tentang bagaimana keahlian bertransformasi. Keahlian tidak hilang, melainkan berubah bentuk dan diprioritaskan ulang. Individu dalam peran struktural mengembangkan kompetensi baru—strategis, manajerial, dan kepemimpinan—sementara pengetahuan operasional mereka menjadi kontekstual, digunakan untuk pengawasan dan panduan daripada eksekusi langsung.10 Kedalaman pengetahuan teknis mungkin digantikan oleh keluasan pemahaman strategis dan kemampuan untuk memanfaatkan beragam keahlian dalam tim. Keterampilan lunak seperti komunikasi, negosiasi, dan kepemimpinan seringkali lebih krusial di posisi struktural daripada pengetahuan teknis semata.6

Perubahan ini mencerminkan adanya hierarki keahlian, di mana kompetensi strategis dan kepemimpinan dihargai pada tingkat organisasi yang lebih tinggi. Persepsi "hilang" mungkin muncul karena kegagalan untuk mengenali perbedaan nilai yang ditempatkan pada berbagai jenis keahlian pada tahap karier yang berbeda. Staf operasional mungkin menganggap keahlian teknis mereka sebagai satu-satunya bentuk keahlian pengadaan yang sejati, sehingga memandang pergeseran dari itu sebagai "kehilangan." Ini menunjukkan perlunya komunikasi yang lebih baik dalam organisasi mengenai jalur karier dan sifat keahlian yang terus berkembang, memastikan bahwa semua bentuk kontribusi yang berharga diakui.

Selain itu, terdapat bahaya "jebakan kompetensi." Jika individu sangat terampil dalam tugas-tugas operasional (yang divalidasi oleh sertifikasi), mungkin ada "jebakan kompetensi" di mana mereka, atau organisasi, menolak pergeseran yang diperlukan menuju keterampilan strategis. Penolakan ini dapat bermanifestasi sebagai "mitos," menyiratkan bahwa individu "kehilangan" kompetensi operasional berharga mereka daripada memperoleh kompetensi strategis baru yang sama berharganya. Ini menyoroti hambatan psikologis dan organisasi terhadap kemajuan karier dan pengembangan talenta yang holistik.

Penting untuk ditekankan bahwa meskipun sertifikasi memberikan fondasi, pengalaman praktis, pembelajaran di tempat kerja, dan paparan terhadap berbagai tantangan sangat penting untuk mengembangkan keahlian sejati.6 Sertifikasi hanya mengukur pengetahuan pada satu titik waktu, tidak menjamin kinerja berkelanjutan atau kemampuan beradaptasi. Keterampilan lunak, seperti komunikasi, negosiasi, pemecahan masalah, dan kemampuan beradaptasi, seringkali tidak tercakup oleh sertifikasi formal tetapi sangat penting untuk keberhasilan dalam peran struktural.6 Sertifikasi memberikan dasar, namun pengalaman praktis dan kemampuan beradaptasi adalah penentu keberhasilan jangka panjang.6

Banyak keahlian krusial, seperti pengalaman praktis, kemampuan beradaptasi, dan keterampilan lunak, merupakan bentuk pengetahuan tacit—pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman dan sulit untuk diformalkan atau dikodifikasi. Sertifikasi, di sisi lain, terutama menguji pengetahuan eksplisit. Oleh karena itu, "mitos" ini menyoroti kegagalan sistemik untuk mengenali, menghargai, dan mentransfer pengetahuan tacit secara efektif dalam organisasi. Ini menunjukkan perlunya manajemen pengetahuan yang kuat dan program mentoring untuk memastikan keahlian yang tak ternilai ini dipertahankan dan disebarluaskan.5

Jika organisasi terlalu mengandalkan sertifikasi sebagai indikator utama kompetensi, mereka berisiko mengembangkan "bias sertifikasi" dalam proses manajemen talenta mereka. Ini dapat menyebabkan pengabaian individu dengan pengalaman praktis yang luas dan keterampilan lunak yang kuat tetapi mungkin memiliki sertifikasi formal yang lebih sedikit, atau sebaliknya, mempromosikan individu hanya berdasarkan sertifikasi tanpa penilaian yang memadai terhadap kompetensi mereka yang lebih luas. Bias ini dapat melanggengkan "mitos" dengan menciptakan ketidaksesuaian antara kompetensi yang dipersepsikan (bersertifikat) dan kinerja aktual (holistik) dalam peran struktural.

Manajemen talenta pengadaan menghadapi tantangan signifikan dalam konteks ini. Pengembangan SDM pengadaan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan keahlian tetap relevan.6 Organisasi perlu berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan yang komprehensif untuk pejabat pengadaan di semua tingkatan.5 Kesulitan muncul dalam mengembangkan strategi manajemen talenta yang komprehensif yang memperhitungkan baik sertifikasi formal maupun spektrum keterampilan yang lebih luas yang diperlukan untuk kemajuan karier. Selain itu, ada tantangan dalam menilai dan menghargai berbagai bentuk keahlian secara objektif.

Tantangan dalam manajemen talenta muncul karena keahlian pengadaan tidak statis; ia berkembang seiring dengan peran dan dinamika pasar. Hal ini membutuhkan kerangka kompetensi yang dinamis yang memetakan keterampilan yang dibutuhkan pada berbagai tahap karier, secara eksplisit mencakup keterampilan strategis, manajerial, dan lunak di samping keterampilan teknis.11 Tanpa kerangka semacam itu, organisasi akan kesulitan mengidentifikasi kesenjangan keterampilan, merancang program pengembangan yang efektif, dan mengevaluasi "keahlian" individu dalam peran struktural secara objektif, sehingga melanggengkan "mitos" tersebut.

Budaya organisasi juga memainkan peran penting dalam melanggengkan atau membantah mitos ini. Jika budaya organisasi terlalu menekankan kredensial formal (sertifikasi) dan meremehkan pengalaman praktis atau kontribusi strategis, hal itu secara inheren akan memicu "mitos" tersebut. Sebaliknya, budaya yang mendorong pembelajaran berkelanjutan, kolaborasi lintas fungsi, dan mengakui berbagai bentuk keahlian (misalnya, melalui mentoring) dapat secara efektif membantahnya. Ini menyiratkan bahwa "mitos" tersebut bukan hanya tentang kompetensi individu tetapi juga merupakan cerminan dari kematangan lingkungan organisasi dalam manajemen modal manusia.


Membangun Sinergi: Mengintegrasikan Sertifikasi dan Keahlian Struktural


Untuk mengatasi "mitos" hilangnya keahlian dan memastikan pengembangan talenta pengadaan yang holistik, organisasi perlu menerapkan strategi terintegrasi yang memanfaatkan baik sertifikasi maupun keahlian struktural.

Strategi Organisasi untuk Memanfaatkan Kedua Aspek:

  • Kerangka Kompetensi Holistik: Mengembangkan kerangka kerja yang memetakan keterampilan teknis/bersertifikat dan keterampilan strategis/lunak di berbagai tingkat karier. Kerangka ini harus dinamis, beradaptasi dengan perubahan peran dan kebutuhan pasar.11

  • Pendekatan Pembelajaran Campuran (Blended Learning): Menggabungkan pelatihan formal (termasuk persiapan sertifikasi) dengan pembelajaran berbasis pengalaman, studi kasus, simulasi, dan penugasan berbasis proyek.6 Pelatihan berbasis kasus dan simulasi dapat menjembatani kesenjangan antara pengetahuan teoritis dan aplikasi praktis. Program pengembangan kepemimpinan dan manajerial khusus untuk pejabat pengadaan struktural sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan pembelajaran campuran dan pengembangan kepemimpinan menyoroti bahwa organisasi harus secara aktif
    membangun jembatan antara pengetahuan dasar yang bersertifikat dan keterampilan lanjutan, praktis, dan strategis yang dibutuhkan untuk peran struktural. Ini bukan tentang memilih salah satu, tetapi tentang menciptakan perjalanan pembelajaran yang mulus.

  • Perencanaan Suksesi dan Jalur Karier: Merancang jalur karier yang jelas yang mengartikulasikan persyaratan keterampilan yang berkembang untuk peran struktural, mempersiapkan individu untuk transisi.

  • Manajemen Kinerja: Mengintegrasikan penilaian kompetensi strategis dan kepemimpinan ke dalam tinjauan kinerja untuk peran struktural.

Jika organisasi "perlu berinvestasi" dan memastikan "pengembangan berkelanjutan" 6, ini menyiratkan bahwa pengelolaan talenta pengadaan, terutama untuk peran struktural, tidak dapat bersifat reaktif. Ini harus menjadi

keharusan strategis, secara proaktif mengidentifikasi kebutuhan keterampilan di masa depan, mengembangkan jalur talenta, dan merancang intervensi. Kegagalan untuk melakukannya melanggengkan "mitos" dan menyebabkan kekurangan pemimpin yang benar-benar kompeten. Ini mengangkat manajemen talenta dari fungsi SDM menjadi strategi bisnis inti.

Rekomendasi Pengembangan Profesional Berkelanjutan:

  • Mentoring dan Coaching: Menerapkan program mentoring dan coaching formal di mana pemimpin struktural senior membimbing dan mentransfer pengetahuan tacit kepada profesional yang sedang berkembang.5 Mentoring dan coaching dari pejabat senior dapat membantu mentransfer keahlian praktis yang tidak tercakup dalam sertifikasi formal.

  • Rotasi Jabatan dan Penugasan Khusus: Memberikan kesempatan untuk paparan lintas fungsional dan penugasan menantang yang membangun beragam keterampilan dan pengalaman praktis.5 Rotasi jabatan dan penugasan khusus dapat memperkaya pengalaman pejabat pengadaan dan mengembangkan keahlian lintas fungsional.

  • Pembelajaran Berbasis Komunitas: Mendorong partisipasi dalam jaringan profesional, forum, dan komunitas praktik untuk pembelajaran sebaya berkelanjutan dan berbagi pengetahuan.

Pentingnya mentoring, coaching, dan rotasi jabatan menunjuk pada peran penting pembelajaran sosial dan pembelajaran berbasis pengalaman dalam mengembangkan keahlian di luar sertifikasi formal. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar keahlian yang "hilang" sebenarnya adalah pengetahuan tacit yang hanya dapat ditransfer secara efektif melalui interaksi langsung dan aplikasi praktis, bukan hanya pembelajaran di kelas. Implikasinya adalah bahwa organisasi harus menumbuhkan budaya pembelajaran berkelanjutan dan berbagi pengetahuan, mengakui bahwa keahlian diciptakan dan ditransfer melalui interaksi manusia.

Peran Kepemimpinan dan Kebijakan:

  • Dukungan Kepemimpinan: Menekankan peran krusial kepemimpinan senior dalam memperjuangkan budaya yang menghargai pembelajaran berkelanjutan, beragam bentuk keahlian, dan pengembangan talenta strategis. Keberhasilan strategi pengembangan talenta, terutama yang bertujuan untuk membantah "mitos" yang meluas, pada akhirnya bergantung pada komitmen kepemimpinan. Jika para pemimpin tidak secara aktif memperjuangkan dan menyediakan sumber daya untuk pengembangan komprehensif, "mitos" tersebut akan tetap ada. Ini menyiratkan bahwa mengatasi "mitos" tidak hanya membutuhkan upaya individu tetapi juga pergeseran pola pikir organisasi dari atas ke bawah dalam alokasi sumber daya.

  • Dukungan Kebijakan: Menganjurkan kebijakan pemerintah dan organisasi yang mendukung pengembangan profesional komprehensif, termasuk pendanaan untuk pelatihan lanjutan, peluang untuk pembelajaran berbasis pengalaman, dan pengakuan terhadap berbagai kompetensi.5 Untuk perubahan yang luas dan berkelanjutan dalam cara keahlian pengadaan dikembangkan dan dipersepsikan, diperlukan kebijakan yang mendukung di tingkat organisasi maupun pemerintah. Ini termasuk kebijakan tentang kemajuan karier, anggaran pelatihan, dan kerangka kompetensi. Tanpa dukungan kebijakan, upaya individu atau program yang terisolasi akan memiliki dampak terbatas. Ini menyoroti perlunya advokasi dan kolaborasi antara industri, akademisi, dan pemerintah untuk menciptakan ekosistem yang menumbuhkan keahlian pengadaan yang holistik.


Kesimpulan dan Rekomendasi: Ringkasan Temuan Kunci dan Rekomendasi Actionable


Analisis ini menunjukkan bahwa "mitos" hilangnya keahlian di balik jabatan struktural dalam pengadaan sebagian besar merupakan kesalahpahaman tentang transformasi keahlian, bukan kehilangannya. Meskipun sertifikasi kompetensi pengadaan memberikan fondasi pengetahuan yang vital dan standarisasi yang diperlukan, ia tidak cukup untuk memenuhi tuntutan kompleks peran struktural yang membutuhkan kemampuan strategis, manajerial, dan keterampilan lunak yang lebih luas.6 Keahlian sejati dalam peran-peran ini sangat bergantung pada pengalaman praktis, pembelajaran berkelanjutan, dan beragam kesempatan pengembangan.6

Rekomendasi Actionable:

Untuk Individu (Pejabat Pengadaan):

  • Merangkul Pembelajaran Berkelanjutan: Terus belajar dan mengembangkan diri di luar sertifikasi formal.6 Sertifikasi adalah awal, bukan akhir dari perjalanan pembelajaran.

  • Mencari Pengalaman Praktis: Secara aktif mencari peluang untuk pembelajaran berbasis pengalaman, mentoring, dan paparan lintas fungsional untuk membangun keahlian yang lebih komprehensif.6

  • Mengembangkan Keterampilan Lunak dan Berpikir Strategis: Berinvestasi dalam pengembangan keterampilan komunikasi, negosiasi, kepemimpinan, dan kemampuan berpikir strategis yang krusial untuk kemajuan karier.6

  • Memahami Transformasi Kompetensi: Menyadari bahwa kemajuan karier melibatkan pergeseran dalam jenis kompetensi yang dibutuhkan dan dihargai.

Untuk Organisasi (Pemerintah/Swasta):

  • Mengembangkan Kerangka Kompetensi Holistik: Menerapkan kerangka kerja yang memetakan semua jenis keahlian pengadaan—teknis, strategis, manajerial, dan lunak—di seluruh jenjang karier.11

  • Mengimplementasikan Program Pembelajaran Campuran: Menggabungkan pelatihan formal dengan pengembangan praktis berbasis pengalaman, termasuk studi kasus, simulasi, dan rotasi jabatan.8

  • Membangun Program Mentoring dan Coaching yang Kuat: Memfasilitasi transfer pengetahuan tacit dari pemimpin senior kepada profesional yang sedang berkembang.5

  • Berinvestasi dalam Pengembangan Profesional Berkelanjutan: Mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk pelatihan dan pengembangan komprehensif bagi seluruh personel pengadaan di semua tingkatan.6

  • Membudayakan Pengakuan Beragam Keahlian: Mendorong budaya organisasi yang menghargai dan mengakui berbagai bentuk keahlian, tidak hanya sertifikasi formal.

  • Mengintegrasikan Kompetensi Strategis dan Kepemimpinan: Memasukkan penilaian kompetensi ini ke dalam manajemen kinerja dan perencanaan suksesi.11

Untuk Pembuat Kebijakan:

  • Meninjau dan Memperbarui Kerangka Kompetensi Nasional/Regional: Memastikan kerangka kerja mencerminkan tuntutan yang berkembang dari peran struktural dalam pengadaan.11

  • Mengembangkan Jalur Sertifikasi Lanjutan: Mempertimbangkan untuk menciptakan jalur sertifikasi yang berfokus pada pengadaan strategis, manajemen risiko, dan kepemimpinan.

  • Mempromosikan dan Memberi Insentif Pengembangan Profesional Berkelanjutan: Mendukung inisiatif pembelajaran berbasis pengalaman dan pengembangan berkelanjutan di seluruh sektor publik.5

  • Memfasilitasi Kolaborasi Lintas Sektor: Mendorong kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan industri untuk berbagi praktik terbaik dan mengembangkan program pelatihan yang relevan.

Rekomendasi yang tersegmentasi untuk individu, organisasi, dan pembuat kebijakan ini menyoroti bahwa mengatasi "mitos" dan menumbuhkan keahlian holistik sejati bukanlah masalah satu aktor, melainkan membutuhkan upaya sistemik dan saling terkait. Komitmen individu, dukungan organisasi, dan kebijakan yang memungkinkan semuanya sangat penting. Kegagalan di satu area dapat merusak kemajuan di area lain. Ini memperkuat kompleksitas pengembangan sumber daya manusia di bidang khusus.

Secara keseluruhan, temuan ini menyerukan pergeseran paradigma dari sekadar "kepatuhan sertifikasi" menjadi "penanaman kompetensi." Ini berarti beralih dari sekadar memastikan kepatuhan terhadap persyaratan sertifikasi menjadi secara aktif menumbuhkan berbagai kompetensi sepanjang karier seorang profesional pengadaan. Pergeseran ini merupakan inti dari upaya untuk benar-benar membantah "mitos" dan memastikan bahwa keahlian tidak hanya tetap ada tetapi tumbuh dan beradaptasi seiring individu bergerak ke peran struktural. Ini menyiratkan visi jangka panjang untuk pengembangan sumber daya manusia di bidang pengadaan.


Daftar Pustaka


Karya yang dikutip

  1. i Halaman Judul PENINGKATAN KOMPETENSI SDM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DI POLRI Tesis Untuk memenuhi sebagian pe - Unissula Repository, diakses Agustus 7, 2025, http://repository.unissula.ac.id/35044/1/Magister%20Manajemen_20402300036_fullpdf.pdf

  2. Analisis Pengaruh Pembentukan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa terhadap - Universitas Muhammadiyah Palu, diakses Agustus 7, 2025, https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/JKS/article/download/1948/1643/

  3. LAPORAN AKHIR - PPID - LKPP, diakses Agustus 7, 2025, https://ppid.lkpp.go.id/backend/web/uploads/dip_file/1.10%20Kajian%20Kesiapan%20Penyedia%20dan%20Dampak%20Implementasi%20SPP%20terhadap%20Penyediaan%20Barang%20Jasa%20yang%20Berkelanjutan_63da989c9c58fdf3522d71ea6e9e7e87.pdf

  4. manajemen risiko pengadaan barang/jasa - Peraturan BPK, diakses Agustus 7, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Download/280868/8%20MANAJEMEN%20RISIKO%20PENGADAA%20BARANG%20%26%20JAS%20DI%20LINGKUNGAN%20PEMKAB%20KOLAKA%20UTARA.pdf

  5. Manfaatkan Inpassing untuk Jabfung PPBJ yang Profesional – Biro ..., diakses Agustus 7, 2025, https://pbj.kalbarprov.go.id/?p=3647

  6. (PDF) Analisis Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Pengendalian Intern Terhadap Kualitas Pengadaan Barang Dan Jasa Di Lingkungan Badan Kepegawaian Negara - ResearchGate, diakses Agustus 7, 2025, https://www.researchgate.net/publication/363631764_Analisis_Pengaruh_Kompetensi_Sumber_Daya_Manusia_Dan_Pengendalian_Intern_Terhadap_Kualitas_Pengadaan_Barang_Dan_Jasa_Di_Lingkungan_Badan_Kepegawaian_Negara

  7. Menghindari Biaya Tak Terduga: Strategi Mitigasi Risiko dalam Pelaksanaan Kontrak Pengadaan - ADW Consulting, diakses Agustus 7, 2025, https://adw.co.id/menghindari-biaya-tak-terduga-strategi-mitigasi-risiko-dalam-pelaksanaan-kontrak-pengadaan/

  8. SDM yang Berintegritas Jadi Kunci PBJ Berkualitas - LKPP, diakses Agustus 7, 2025, https://www.lkpp.go.id/read/bu/sdm-yang-berintegritas-jadi-kunci-pbj-berkualitas

  9. Optimalisasi Pengadaan Barang/Jasa di Era Digital: Analisis, diakses Agustus 7, 2025, https://penerbitadm.pubmedia.id/index.php/iso/article/download/2317/2430/12940

  10. UU5-2014AparaturSipilNegara.pdf, diakses Agustus 7, 2025, https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU5-2014AparaturSipilNegara.pdf

  11. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN ... - BPSDM Undip, diakses Agustus 7, 2025, https://bpsdm.undip.ac.id/wp-content/uploads/2021/12/permenpanrb-nomor-38-tahun-2017.pdf

  12. Peraturan LKPP No. 7 Tahun 2021, diakses Agustus 7, 2025, https://peraturan.bpk.go.id/Details/169557/peraturan-lkpp-no-7-tahun-2021

  13. Peraturan Lembaga Nomor 7 Tahun 2021 tentang Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa - JDIH LKPP, diakses Agustus 7, 2025, https://jdih.lkpp.go.id/regulation/peraturan-lkpp/peraturan-lkpp-nomor-7-tahun-2021

  14. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, diakses Agustus 7, 2025, https://www.kemhan.go.id/ropeg/wp-content/uploads/2019/03/uu_5_2014-_asn.pdf

  15. Standar Kompetensi Jabatan ASN - Disnakkeswan Provinsi Jawa Tengah, diakses Agustus 7, 2025, https://disnakkeswan.jatengprov.go.id/lists/standar-kompetensi-jabatan-asn

  16. Kewajiban Sertifikat Kompetensi PPK dan Pejabat Pengadaan bagi Personel Lainnya (Non JF PPBJ) - LPSE, diakses Agustus 7, 2025, https://spse.inaproc.id/manggaraibaratkab/pengumuman/570409

  17. Portal SPSE - Pencarian LPSE Indonesia, diakses Agustus 7, 2025, https://lpse.sintang.go.id/eproc4/pengumuman/1440345

  18. Inpassing Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa - BPPBJ PROVINSI DKI JAKARTA, diakses Agustus 7, 2025, https://bppbj.jakarta.go.id/halaman/read/inpassing-jabatan-fungsional-pengelola-pengadaan-barang-jasa

  19. SE Kepala LKPP No. 1 Tahun 2024 - LPSE, diakses Agustus 7, 2025, https://spse.inaproc.id/mubakab/pengumuman/6013168

  20. Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2024 - LPSE, diakses Agustus 7, 2025, https://spse.inaproc.id/ttskab/pengumuman/1040507

  21. Detail Layanan | Uji Kompetensi Perpindahan ke JF PPBJ - LKPP, diakses Agustus 7, 2025, https://lkpp.go.id/layanan/uji-kompetensi-perpindahan-jf-ke-pbj

  22. Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pemenuhan Kebutuhan Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, Personel Lainnya Bersertifikat Kompetensi, Dan Pejabat Pembuat Komitmen Bersertifikat Kompetensi Tahun 2024 - JDIH LKPP, diakses Agustus 7, 2025, https://jdih.lkpp.go.id/regulation/surat-edaran-kepala-lkpp/surat-edaran-kepala-lkpp-nomor-1-tahun-2024

  23. LKPP Keluarkan SE Pemberlakuan Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah - Pengadilan Negeri Mojokerto, diakses Agustus 7, 2025, http://www.pn-mojokerto.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=469:lkpp&catid=27&Itemid=124

  24. PELAKU PENGADAAN WAJIB MEMILIKI SERTIFIKASI KOMPETENSI TEKNIS SESUAI STANDAR NASIONAL - BPSDM Provinsi Jawa Barat, diakses Agustus 7, 2025, https://bpsdm.jabarprov.go.id/postingan/pelaku-pengadaan-wajib-memiliki-sertifikasi-kompetensi-teknis-sesuai-standar-nasional-6847ebb511bc4505f2e4dfe6

Sertifikat Kompetensi Pengadaan - Menyingkap Realitas Keahlian di Balik Jabatan Struktural

Sertifikat Kompetensi Pengadaan: Menyingkap Realitas Keahlian di Balik Jabatan Struktural Penulis Agus Arif Rakhman, M.M., CPSp. Pendahuluan...